Search This Blog

Thursday, November 19, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Ending Season)

Via google.co.id

Ranti jadi tersenyum sendiri. Itu pertama kali nya ia bertemu dengan Ranto. Kenangan-kenangan itu kini hanya sebatas kenangan. Sekarang semua sudah berbeda. Entah apa yang menyebabkannya berbeda. Perasaannya pada Ranto telah mati. Tak ada cinta lagi yang terselip di hatinya. Yang ada hanya sisa-sisa kenangan yang pernah terlewati bersama. Itu pun hanya sebagian kecil yang masih diingat Ranti.
Mata Ranti kembali menerawang. Tujuh tahun mereka bersama. Semua kini terasa hambar. Jika banyak orang mengatakan mereka berdua sangat serasi. Itu benar. Terlalu banyak kecocokan hingga terasa membosankan. Ranti membuang napas untuk kesekian kalinya.
Ranti masih ingat saat Ranto melihatnya berjalan dengan pria lain. Saat itu ia masih berada di toko buku saat Ranto meneleponnya. Tak memungkinkan untuk menjawab telepon terlalu lama, Ranti akhirnya bilang kalau dirinya sedang sibuk. Ranto pun segera mengakhiri panggilan itu. Tak lama setelah telepon ditutup. Ranti melihat bayangan seseorang seperti Ranto menjauhi tempat itu. Ranti mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia yakin tak salah lihat. Pria itu memang Ranto.
Pria di sebelahnya yang pernah dilihat Ranto itu bernama Rado. Sebenarnya ia sama sekali tidak berselingkuh. Papanya dan papa Rado bersahabat. Ranti sudah mengenal Rado sejak lama bahkan jauh sebelum mengenal Ranto. Ranti sudah menganggap Rado seperti kakaknya sendiri. Tidak lebih.
Saat itu Ranti sedang tertawa bersama Rado. Mereka berdua jarang bertemu. Jadi Ranti tidak ingin seorang pun mengganggu kebersamaannya dengan Rado. Ranti anak tunggal. Ia merindukan Rado yang selama ini telah menjelma sebagai sosok kakak untuknya. Ia bisa tertawa bersama Rado tentang apa saja seperti saat mereka kecil dulu. Di sela tawa itu Ranti tiba-tiba saja melihat Ranto. Entah apa yang akan dipikirkan pria itu. Ranti tidak berniat untuk mengejarnya, ia melanjutkan tawanya yang sempat terhenti karena kehadiran Ranto.
Ranti sadar. Cintanya telah hilang. Ia sudah tak memiliki persediaan cinta lagi untuk Ranto. Tapi meski begitu tak ada sedikit pun terbersit di pikirannya untuk berselingkuh. Ranti tidak menyalahkan Ranto jika pria itu mengira kalau dirinya berselingkuh dengan Rado. Rado tak jauh beda dengan Ranto. Ia juga memiliki senyum yang menawan bahkan tampak lebih dewasa dari Ranto. Rado tidak kalah dengan Ranto. Banyak gadis-gadis yang mengejar cinta pemuda tampan itu.
Ranti merasa tidak ada yang perlu dijelaskan tentang Rado pada Ranto. Kejadian di toko buku itu hanya hal biasa. Ia tidak peduli. Selama ini Ranto juga tidak pernah bertanya. Mereka masih tetap bersama. Melewati tahun-tahun bersama meski tanpa cinta. Meski begitu Ranti tak bisa menapik kejadian di toko buku membuat hubungannya dan Ranto menjadi semakin renggang.
 Ranti merasa ada yang berubah pada diri Ranto. Ia merasa segalanya tidak berjalan baik-baik saja. Terkadang ia merasakan tatapan mata Ranto penuh cinta,tapi saat ia berkedip tatapan itu sudah langsung berubah. Seperti tatapan menghina. Melecehkan.
Ranti tidak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan pria itu tentang dirinya. Ia semakin tidak mengenal Ranto dan cukup sudah kesabarannya menjaga hubungan mereka. Sungguh,jika saja Ranto mau mengakui kalau dia cemburu. Ia akan langsung menjelaskan kesalah pahaman itu bahwa Rado sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Tapi Ranto tak pernah bertanya. Tak pernah mengungkit soal kejadian di toko buku itu. Seolah tidak ada yang pernah terjadi.
Ranti semakin menenggelamkan wajahnya. Menutup telinganya dengan tangan. Sesaat ia merasakan seorang pria berdiri di depannya. Ia mendongakkan kepala perlahan. Ranto sudah berada di depannya. Ia menggeser duduknya dan membiarkan Ranto duduk di sebelahnya. Detik-detik berjalan tanpa ada seorang pun yang bicara dari salah satu mereka.
“Ada hal yang ingin kubicarakan padamu.” Ranto memulai pembicaraan dengan mata menatap ke depan. Tanpa sedikit pun melirik Ranti di sebelahnya. Nada suaranya terdengar bergetar. Wajah tampan itu sedikit berkeringat.
“Oh ya? Aku juga punya hal yang ingin kubicarakan padamu.” Sambut Ranti dengan senyuman. Berusaha ceria seperti biasa. Tanpa Ranto tahu,ia menyembunyikan rasa gugup. Memikirkan bagaimana cara menyampaikan keputusannya tanpa menyakiti perasaan Ranto. Ia ingin secepatnya memutuskan hubungan tanpa cinta ini.
Sesaat jeda memutuskan percakapan mereka. Ranti masih menunggu kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut Ranto. Tapi pria itu masih tetap diam.
“ Aku tidak tahu siapa diantara kita yang akan lebih sakit dengan keputusan ini.”                                     Ranti memandang Ranto. Dahinya sedikit berkerut dengan perkataan Ranto,tapi ia tidak menyela. “Aku merasa kita tak bisa lagi bersama sebagai sepasang kekasih.” Suara pria itu menggema di hati Ranti. Ia menyimak setiap kata yang diucapkan Ranto. Ranto mengenggam tangan Ranti erat dan menenggelamkannya di tangan kokoh yang ia punya. “Maaf. Aku tak bisa menepati janjiku untuk mencintaimu selamanya.” Ranto melepas kata itu berbarengan dengan tangan Ranti yang terlepas perlahan dari tangannya.
Ranti hampir tersedak dengan perkataan Ranto. Ia kaget. Di tatapnya mata pria itu. Ada sedikit kesedihan yang ia tangkap dari mata Ranto,tapi ada sesuatu yang tak bisa ia mengerti. Ia tak bisa masuk dan tahu lebih dalam tentang hati dan perasaan pria itu sesungguhnya.
“ Kita memang gagal menjadi sepasang kekasih. Ternyata tujuh tahun tidak cukup untuk mengukuhkan cinta kita. Cinta itu telah hilang tanpa kita berdua sadari.” Kata Ranti tertawa menertawakan kebodohannya. Ranto memandangnya dengan dahi berkerut tak mengerti.
“ Kau tahu? sebenarnya hal itu pula yang ingin kukatakan padamu.” Ranti tertawa lagi. Kali ini terdengar hambar.
Taman itu mulai sepi pengunjung. Hanya ada beberapa pasangan kekasih yang masih menikmati keindahan sore sambil bercengkrama. Dari tempat mereka berdua duduk sesekali bisa mendengar suara orang tertawa dan berbisik-bisik.
Ranto meninggalkan Ranti yang masih tertawa. Sebelum pergi ia melihat senyum gadis itu. Ranti masih tertawa kecil melihat punggung Ranto yang berjalan menjauh. Saat pria itu sudah benar-benar pergi, ia menangis.


 TAMAT

Wednesday, November 18, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 8)

Via google.co.id

Ranti setengah terseret mengimbangi langkah pria itu. Cerangkaman tangan itu terlepas saat mereka sampai di tumpukan tas yang tadi di letakkan begitu saja saat mereka menjalani hukuman. Ia lalu mencangklong tasnya. Ranti juga melakukan hal yang sama. Mencari tasnya di antara tumpukan tas-tas yang berserakan. Lalu segera pergi menjauhi pria itu. Ia ingin cepat sampai ke kelasnya.
“Kamu tidak minta surat izin masuk?” Langkah Ranti seketika terhenti ketika mendengar  suara seseorang setengah berteriak dari belakang. Ketika ia memutar tubuhnya kembali pria itu sudah berjalan memunggunginya. Buru-buru ia mengejar langkah pria itu dan terpaksa berjalan di belakangnya.
Mereka sampai di depan kantor. Pria itu berbicara dengan guru piket yang berjaga persis di sebelah pintu depan kantor.
Ritual apa lagi ini? terlambat itu ternyata tidak enak. Ada syarat yang harus dipenuhi terlebih dulu sebelum aku masuk kelas. Keluh Ranti membatin. Ia membuang napas dari mulut.
Guru itu memberikan  dua kertas dan pria itu segera memberikan satu pada Ranti. Pria itu mencari pulpen dari dalam tas lalu segera menulis. Ranti hanya memperhatikan pria itu. Ia belum menuliskan apa pun pada kertasnya karena masih belum mengerti apa yang harus ia tulis meskipun pulpen sudah ada di tangannya.
Sebenarnya lembar itu hanya kertas biasa berisi nama,kelas dan alasan terlambat yang harus diisi. Tapi Ranti merasa harus memastikan bahwa yang ditulisnya benar. Kini Ranti tahu pria disebelahnya bernama Ranto.
Ranti kini berjalan menuju kelasnya dengan langkah kaki payah. Pria yang sejak tadi bersamanya sudah menghilang di balik gedung. Kertas itu masih terselip di tangan kanannya. Ia mengerutkan dahi. Mengherankan sekali kenapa ia mencontek jawaban pria itu di kolom alasan. Terlambat karena kesiangan. Ah, itu memalukan.
Ranti terpaksa menuliskan kata itu karena ia sudah tidak mampu berpikir lagi. Ia tidak mungkin menuliskan kejadian yang sebenarnya. Karena begadang sampai larut malam mengerjakan soal matematika. Udah hampir terlambat mama masih nyuruh sarapan dulu terus ditambah jalanan macet. Itu terlalu panjang. Lagi pula dirinya memang kesiangan. TITIK.

***

Tuesday, November 17, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 7)

Via google.co.id

Mentari pagi membagikan sinarnya di bumi. Tersenyum menyaksikan manusia-manusia yang mulai beraktifitas. Ranti mengerjap-ngerjapkan matanya yang silau terkena sinar matahari. Terkadang ia menutupnya dengan tangan. Ranti berpikir sejenak. Dahinya sedikit berkerut membentuk guratan kecil. Sejak tadi ia berdiri mendengarkan nasihat guru di depannya yang terus berbicara karena keterlambatan para siswa termasuk dirinya. Tapi ia tidak merasakan silau matahari sebelum ini. Ia lalu refleks menoleh ke sampingnya. Pria di sebelahnya itu sedang menunduk sehingga tingginya hampir sejajar dengan Ranti. Pantas saja.
Kini Ranti berdiri dengan tenang. Pria itu sudah tidak menundukkan kepalanya. Ranti senang karena matanya tidak silau lagi. Ia menoleh sekali lagi pada pria itu. Pria itu tampak tenang. Tidak ada sedikit pun rasa gelisah yang dapat Ranti tangkap. Ia tetap berdiri tegap tak peduli sinar mentari pagi yang menyilaukan. Pria itu juga tidak mengerjap-ngerjapkan mata atau pun meletakkan tangannya di atas dahi untuk melindungi mata.
Mungkin dia sudah terbiasa terlambat. Pikir Ranti dalam hati.
Setelah serangkaian nasihat di berikan, guru itu kemudian memberi hukuman pada siswa berupa membersihkan lingkungan sekolah. Setiap siswa yang terlambat di bagi-bagi dan mendapatkan tugas yang tidak sama. Ia dan pria di sebelahnya diharuskan untuk memunguti daun-daun kering yang jatuh di sekitar aula sekolah yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ranti dengan sigap memunguti daun-daun di depannya. Ia berjongkok dan tanpa rasa jijik memunguti daun yang telah tergeletak di tanah bersama sisa embun pagi yang membuat daun itu basah. Ia mengumpulkannya terlebih dahulu menjadi satu lalu setengah berlari menuju tong sampah dan membuangnya. Ia punguti daun lainnya dan melakukan hal yang sama. Membuangnya ke tong sampah.
Ranti pikir semakin cepat pekerjaannya selesai, ia akan semakin cepat meninggalkan tempat itu dan masuk ke kelasnya. Ia melirik jam tangannya, sudah hampir masuk jam pelajaran ke-2. Itu artinya dia tidak mengikuti pelajaran pertama. Seketika ada perasaan bersalah yang muncul di hatinya.
Tanpa sadar pandangan Ranti tertuju pada pria yang berada tak jauh darinya. Pria itu tidak membantu banyak. Dengan malas-malasan pria itu membuang daun-daun yang terkumpul ke tong sampah besar. Dari tadi ia hanya berhasil mengumpulkan segenggam daun kering sementara Ranti sudah bolak-balik mengitari aula dan tong sampah bergantian.
Pria itu menghampiri Ranti yang masih mengumpulkan daun-daun. Keningnya sedikit berkerut. Menyaksikan gadis itu tetap memungut daun-daun yang berserakan.
“Ayo, yang lain udah selesai.” Suara pria itu sesaat mengagetkan Ranti.
“Tapi, ini masih banyak.” Ranti kembali panik. Di depannya masih banyak daun-daun berserakan yang belum sempat ia ambil. Dengan tangan bergetar ia punguti daun-daun itu kembali. Ia baru akan berlari menuju tong sampah ketika pria itu menarik lengannya. Ranti kaget. Daun-daun yang di genggamnya dengan kedua tangan kembali jatuh tercecer.

“Hukuman ini hanya simbol. Kamu tidak perlu melakukannya seserius itu. Tugas kita disini belajar. Sudah Ada orang yang akan membersihkan tempat ini.” Lanjut pria itu yang masih memagang tangan Ranti lalu menariknya mendekati gerombolan siswa yang sudah mencangklong tas mereka kembali.

Komplikasi Tifus

Via obatpenyakittipes.com

Tifus merupakan jenis masalah kesehatan yang sering dialami oleh kebanyakan orang, terutama penderita penyakit magh dan gangguan pencernaan lainnya. Ketika tifus terlambat untuk ditangani bisa juga berakibat fatal yaitu komplikasi. Sekitar sepuluh persen penderita tifus mengalami hal ini. Komplikasi biasanya ditandai dengan pendarahan dalam yang terjadi pada sistem pencernaan yang dapat pula menyebar ke jaringan sekitarnya hingga mengakibatkan pecahnya sistem pencernaan. Nah, ada pun komplikasi itu sebagai berikut:
1.      Pendarahan Dalam
Gejala yang akan dirasakan penderita tifus akibat terjadinya pendarahan dalam ini seperti lemas, mual sampai muntah darah, sesak napas, kulit nampak pucat, jantung berdebar-debar, dan fases berwarna hitam. Pendarahan ini biasanya tidak sampai membahayakan nyawa, namun transfusi darah tetap diperlukan untuk mengganti darah yang hilang akibat pendaharan. Apabila ada kerusakan pada daerah pendaharan, maka kemungkinan operasi juga diperlukan.
2.      Luka di Dinding Sistem Pencernaan
Penderita tifus juga dapat pula mengalami perforasi yaitu lubang yang terbentuk akibat terlukanya dinding sistem pencernaan. Hal itu dapat menyebabkan isi sistem pencernaan tumpah ke rongga perut. Sekitar penderita tifus mengalami komplikasi ini.
Gejala perforasi ditunjukkan dengan menurunnya tekanan darah secara tiba-tiba, adanya darah di dalam fases , dan sakit di perut yang terus-menerus.
Pada lapisan perut terdapat peritoneum yang sangat rentan terhadap infeksi. Jika terjadi infeksi hingga menyebar ke perut dan mengenai peritoneum, maka akan sangat berbahaya dan dapat mengancam nyawa  penderita. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah peritonitis.
Dalam keadaan umum peritoneum seharusnya steril dari kuman. Karena itulah peritonitis merupakan penyakit yang berbahaya dan dapat pula mengakibatkan fungsi organ-organ lain berhenti setelah infeksi menyebar dengan cepat melalui darah. Jika tidak segera mendapatkan penanganan serius, maka penderita bisa saja kehilangan nyawanya. Sesuai dengan prosedur Rumah Sakit, dokter biasanya akan menyuntikkan antibiotik pada penderita peritonitis sebelum dilakukan operasi untuk menutup lubang yang ada pada dinding sistem pencernaan tersebut. Penangan yang tepat dan cepat sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan penderita dari bahaya infeksi peritonitis ini.


Monday, November 16, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 6)

Via google.co.id

Pertanyaan itu masih terkurung dalam pikirannya. Berputar dan menari-nari membuatnya pusing memikirkan itu. Ranti memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Berusaha menghilangkan pertanyaan-pertanyaan itu. Membuangnya jauh-jauh meski ia tidak yakin pikiran itu akan terbuang dan tidak menyisakan apa pun di kepalanya.
Ranti menengadahkan kepalanya ke langit biru. Ia melihat burung-burung terbang rendah di sana. Sepasang burung yang sejak tadi memperhatikannya dari dahan pohon ikut terbang rendah menuju langit biru yang tengah di tatap Ranti. Ranti tersenyum melihat sepasang burung kecil saling berkejaran. Seolah ia bisa merasakan burung-burung itu bersenandung riang. Ia iri dengan sepasang burung yang tampak rukun itu.
Pikirannya jadi beralih pada Ranto. Mereka berdua juga sangat rukun. Ranto pria yang baik dan penyabar. Pria itu selalu mengalah di setiap pertengkaran yang terjadi. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Selalu ada yang merasa harus mengalah. Rantolah yang selalu sadar akan hal itu,bahwa pertengkaran tidak akan bisa menyelesaikan masalah.
Ranti ingat semua kenangan-kenangan itu. Masa-masa yang telah lewat yang di jalaninya dengan Ranto. Kebaikan Ranto selama ini ternyata tak mampu untuk memenjarakan cinta di hatinya. Tidak bisa hanya melabuhkan nama itu dalam setiap bayang-bayang mimpi Ranti. Cinta telah hilang. Hanya ada kekosongan dan perasaan hampa yang menyergapnya.
Setiap kali melihat bayangan Ranto yang muncul hanyalah perasaan bersalah karena telah mengkhianati cinta pria itu. Wajah pria tampan itu tidak menggugah hatinya sedikit pun. Tujuh tahun menyulap Ranto yang tampak sempurna bagi gadis-gadis lain menjadi biasa di mata Ranti. Ranto hanya laki-laki biasa. Tidak ada yang spesial sama seperti halnya teman laki-lakinya yang lain. Bedanya pria itu berstatus sebagai kekasihnya dan ia harus memberikan perhatian lebih pada pria itu. Ranti juga tidak menampik segala kenangan indah yang dilaluinya bersama Ranto. Ia mengakui bahwa Ranto dulu pernah menjadi yang spesial di hatinya.
Ranti melirik jam tangannya kembali. Ditatapnya jam tangan biru pemberian Ranto yang terpasang manis di lengan putihnya dengan mata tak berkedip. Memastikan bahwa jarum jam itu memang bergerak maju. masih kurang sepuluh menit lagi. Ia membuang napasnya perlahan. Menengelamkan tubuhnya bersandar di bangku taman itu.
Sesekali ia mengamati sekeliling. Mengamati sosok Ranto yang mungkin sudah tiba lebih cepat dari perjanjian mereka sebelumnya. Seperti Ranti yang selalu datang lebih awal dari Ranto di setiap perjanjian mereka bila akan bertemu. Dia tidak suka membiarkan orang lain menunggu.
Ranti menggeser duduknya. Dari tadi ia gelisah. Tak bisa menikmati pemandangan taman kota yang tampak indah itu seperti pengunjung lainnya. Sore itu taman kota mulai ramai di padati pengunjung. Pengunjung-pengunjung itu tampak bahagia. Ia bisa melihat senyum terpancar dari wajah-wajah yang tak dikenalnya.
Ranti menjatuhkan pandangan matanya ke arah gadis-gadis remaja yang tampak ceria. Mereka tampak riang berfoto bersama. Berbincang-bincang sambil tertawa. Jika bisa Ranti ingin sekali mencuri dengar. Siapa tahu dengan begitu ia bisa ikut tertawa. Ia lupa kapan saat terakhir kali ia tertawa lepas. Ia kembali teringat saat SMA. masa-masa itu memang penuh tawa.
Bayang-bayang mengaburkan pandangan Ranti. pikirannya kembali mengulang masa lalu. Mengajaknya bernostalgia ke dunia yang ia rindukan. Saat ia memakai seragam putih abu-abu.
***
Pagi itu Ranti bangun terlambat karena begadang sampai larut malam mengerjakan tugas matematika yang sangat banyak dan menyulitkan. Ia tahu pasti akan telat sampai ke sekolah. Mamanya tidak mau tahu dan memaksa untuk tetap sarapan. Dengan terburu-buru ranti mencomot roti isi di atas meja dan meminum segelas susu yang tidak benar-benar dihabiskannya. Yang penting mamanya tahu kalau dia sudah sarapan.
Ia diantar sopir ke sekolah. Beberapa kali ia menepuk bahu sopirnya supaya lebih cepat melajukan mobil itu. Pak sopir hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak majikannya. Setelah masa penantian duduk di mobil itu ia sampai juga di sekolah. Buru-buru ia membuka pintu mobilnya kemudian menutupnya secara asal dan berlari,tapi pintu gerbang sudah di tutup. Tubuh Ranti lemas,ia terlambat ke sekolah untuk pertama kalinya. Seorang guru piket yang berjaga di pos depan membukakan pintu untuknya. Kemudian menyuruhnya berbaris di antara siswa terlambat lainnya.

Ranti panik. Jantungnya berdebar-debar. Itu pengalaman pertama dalam hidupnya. Ia siswi disiplin yang tidak suka terlambat. Berangkat terlambat tidak pernah ada dalam daftar rencananya. Itu bahkan lebih mengerikan dari mimpi buruk. Ranti berbaris di sebelah pria yang lebih tinggi darinya. Ia tidak memperhatikan pria itu dengan detail. Ia tidak bisa berpikir banyak dalam kondisi semacam itu.

Sunday, November 15, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 5)

Via google.co.id

Ranti
Saat itu awan putih masih menyelimuti langit. Mentari malu-malu menampakkan sinarnya yang mulai redup, begitu bersahabat tak menunjukkan jilatan apinya seperti yang biasa dilakukan pada siang hari. Saat itu seorang gadis sedang duduk gelisah di bangku taman. Ia sedang menunggu seseorang.
Gadis cantik  bernama Ranti itu tampak gusar. Keningnya beberapa kali berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesekali ia beranjak dari duduknya. Berjalan mondar-mandir di depan bangku itu dengan langkah perlahan lalu duduk kembali menghempaskan tubuhnya ke bangku,tanpa sadar sepasang burung di dahan pohon memperhatikannya.
Ranti membuang napas perlahan kemudian menarik napasnya dalam-dalam. Menghirup udara sore di taman asri itu dan memasukkannya ke dalam paru-paru. Ia menyibakkan rambut panjangnya ke belakang lalu mengatupkan tangan di wajahnya. Pikirannya begitu penat. Hatinya telah lelah dengan semua sandiwara ini. Ia tidak bisa selamanya membohongi dirinya sendiri.
Ranti berusaha menenangkan dirinya. Ia menata napasnya menjadi lebih teratur. Sesekali ia menarik napas panjang dan membuangnya lalu mengulangi hal itu sampai beberapa kali supaya batinnya bisa lebih santai. Ia melirik jam tangan yang terpasang di lengan kanannya. Waktu menunjukkan pukul 03.45 WIB. Kurang 15 menit dari perjanjian mereka bertemu.
Menunggu memang pekerjaan membosankan. Waktu seolah bermalas-malas untuk bergerak. Jarum kecil penunjuk detik itu seakan mempermainkan Ranti dengan tidak berpacu cepat seperti biasa. Ia belum lama berada di taman itu. Tapi rasanya telah berabad-abad ia duduk di situ. Ia menggeser posisi duduknya kembali. Sejak tadi ia merasa tak nyaman. Sesekali ia berdiri lalu duduk kembali dan begitu seterusnya. Pandangannya jauh menatap ke depan. Menembus keramaian pengunjung lain. Mencari-cari sosok yang tengah di tunggunya.
Ranti memang sedang menunggu seseorang. Ranto. Kekasihnya. Pria dengan senyum khas yang dulu membuat Ranti tergila-gila. Dulu ia begitu memuja pria itu. Sekarang entah kemana perasaan itu. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk menjaga cinta dan tanpa Ranti sadari cinta itu hilang meninggalkannya. Mungkin ia lengah saat itu, tapi kini Ranti tidak peduli cinta itu hilang. Biarlah kalau cinta itu memang hilang. Ia tidak ingin mempertahankan apa pun.
Dulu menunggu Ranto membuat jantungnya berdebar. Perasaannya bahagia diliputi oleh bunga-bunga cinta. Waktu juga terasa berhenti. Terasa lama sekali menunggu seorang kekasih tiba. Tapi kini berbeda. Waktu melambat karena alasan berbeda. Jantungnya berdebar-debar juga karena alasan yang berbeda. Kini tak ada lagi perasaan bahagia.
Perasaannya selalu kosong. Hampa. Bahkan saat Ranto berada di sampingnya berjalan bersisian sambil menggandengnya mesra. Ia tidak merasakan apa yang dulu ia rasa. Perasaan bahagia itu menghilang. Cintanya telah hilang. Menguap begitu saja bahkan tak ada sisa cinta di hatinya.
Setiap mereka berjalan bersama selalu ada orang-orang yang melirik. Terutama perempuan-perempuan seumurannya yang menatap iri. Mereka selalu menjadi pusat perhatian. Mungkin karena terlihat sebagai pasangan serasi. Ranto yang menggandeng tangannya adalah pria berbadan tinggi tegap dengan senyum yang akan membuat setiap perempuan terpesona saat melihatnya. Kekasihnya itu adalah idola gadis-gadis semasa SMA. Dia adalah putri beruntung yang mendapatkan pangeran. Begitu kata teman-temannya dulu.

Dulu ia memang merasa paling beruntung. Tapi sekarang ia malah bertanya pada dirinya sendiri. Beruntung itu yang seperti apa? apakah mendapatkan Ranto adalah sebuah keberuntungan yang terjadi dalam hidupnya? tapi kenapa tidak ada perasaan bahagia? kenapa cinta tidak bisa menetap selamanya di hatinya?

Saturday, November 14, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 4)

Via google.co.id

Cinta telah hilang. Menggenggam tangan Ranti seolah hanya sekadar kebiasaan. Ia tak merasakan apa pun. Hatinya hambar. Hampa menyelimutinya. Meski tangan gadis itu telah di dekapnya lebih erat. Tenggelam di antara jemari tangan kokohnya.
Ranto sadar saat mereka jalan berdua. Berpasang-pasang mata menatap dengan iri. Di sebelahnya memang seorang gadis cantik dan tangan yang ia genggam pastilah menjadi impian banyak pria untuk bisa menggenggamnya. Ranti kini memang sedikit berbeda dengan gadis polos yang ditemuinya waktu SMA dulu. Bak ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Gadis lugu itu sekarang berprofesi sebagai model. Wajah cantik alaminya menjadi lebih cantik dan bergaya berkat sapuan make up serta baju-baju bagus yang dikenakannya.
Ranto kembali membuang napas. Ada perasaan sakit saat memandang mata indah itu. Mata yang sama yang mengerling manja pada pria di toko buku. Cemburukah? Tidak. Dia hanya tidak bisa menerima pengkhianatan itu. Cintanya telah hilang. Ia memang tidak bisa membedakan rasa sakit itu. Rasa sakit karena sebagai pria,ia telah dikhianati. Rasa tidak terima. Ranto yakin itu bukan cinta. Sudah tidak ada cinta lagi.
 Ranto menanyakan pada dirinya sendiri. Apakah semua akan berakhir setelah hari ini? menghempaskan seluruh kenangan itu. Sampai sekarang ia bahkan tak mampu bertanya pada Ranti tentang pria di toko buku itu. Pria yang terlihat serasi dengan Ranti. Ranto melihat mereka berdua tertawa bersama. Sudah lama rasanya ia tidak melihat tawa kekasihnya begitu lepas. Ranto terkadang suka melucu,tapi Ranti tak pernah tertawa selepas itu. Paling-paling hanya tersenyum dan sedikit memamerkan giginya yang putih. Tapi pria itu mampu membuat Ranti tertawa dengan mata menyipit dan tubuhnya sedikit berguncang. Ia pikir Ranti pasti sangat menyukai pria itu.
Ranto segara memakai jaket dan menyambar kunci motor yang diletakkan di atas meja. Ada foto berbingkai dengan gambar Ranti persis di depan kunci motornya tergeletak. Ia amati senyum gadis cantik itu. Kini ia harus mengambil keputusan supaya mereka tidak saling menyakiti. Masa depan jauh lebih berharga dari waktu tujuh tahun yang pernah dilewati.


Friday, November 13, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 3)

Via google.co.id

Entah apa yang di pikirkan gadis itu sebenarnya. Ranto tidak mengerti bagaimana bisa seseorang hampir menangis hanya gara-gara terlambat? Mata gadis itu terlihat sedikit berkaca-kaca. Tiba-tiba saja Ranto merasa ia ingin melindungi gadis itu.
Ia tidak membantu gadis itu memungut daun-daun. Tentu saja ia tak akan melakukan tindakan bodoh itu. Bahkan  sampai jam pulang sekolah pun ia tidak yakin mereka berdua bisa  mengumpulkan seluruh daun-daun yang tersebar di sekitar gedung aula yang luas. Apa lagi hanya dengan kedua tangan.
Ia hanya melihat gadis itu, mengamatinya. Tapi gadis itu tetap tidak berhenti. Kesal dan entah bercampur perasaan apa yang membuat tangannya tiba-tiba menarik lengan gadis itu hingga seluruh daun yang telah dikumpulkan gadis itu terjatuh dari genggaman. Ia tidak rela jika jari-jari gadis itu harus memunguti daun kotor yang beberapa telah membusuk bersama air hujan yang  tadi malam mungkin telah mengguyur tempat ini.
Sesaat mata mereka bersitatap. Gadis itu menatapnya dengan pandangan tak mengerti. Sementara Ranto terdiam. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi dalam beberapa detik berikutnya. Ranto merasakan seperti ada sesuatu yang menyengat hatinya, meski cuma sesaat.
“Hukuman ini hanya simbol. Kamu tidak perlu melakukannya seserius itu. Tugas kita disini belajar. Sudah Ada orang yang akan membersihkan tempat ini.” Lanjut Ranto dan segera menarik gadis itu menjauh dari aula menghapiri siswa-siswa lain.
 Ranto memungut tasnya. Gadis itu juga melakukan hal yang sama lalu berjalan pergi menjauh dengan kepala menunduk. Ia kaget. Ranto tak bermaksud berbicara keras di depan gadis itu. Tapi ia sungguh tidak mengerti kenapa ia bisa begitu peduli. Biasanya tidak seperti ini. Tidak pernah.
“ Kamu tidak minta surat izin masuk ?” Suara Ranto setengah berteriak. Ranto buru-buru menyesali ucapannya kemudian melangkah pergi. Itu bukan urusannya.
Belum lama ia melangkahkan kaki. Ranto merasa seseorang mengikuti langkahnya dari belakang. Gadis itu lagi. Ranto berjalan ke depan kantor. Meminta dua lembar kertas pada guru piket lalu menyerahkan satu pada gadis itu. Ia mencari pulpen dari dalam tas dan segera mengisi lembar itu. Menuliskan nama, kelas dan alasan keterlambatan.
Ranto menulis alasan klasik itu di lembarnya tanpa beban. Kesiangan. Ia melirik pada gadis di sebelahnya yang hanya diam memperhatikan. Lembar kertas itu masih kosong bersama dengan pulpen yang terselip di jari tangannya. Sesaat gadis itu tampak ragu. Tapi akhirnya ia menuliskan alasan yang sama. Kesiangan.
Kening Ranto berkerut. Ia mengamati gadis di sebelahnya tanpa sepengatahuan gadis itu. Sedikit menilai. Gadis yang rapi dengan rambut panjang yang diikat ke belakang. Terlalu rapi malah. Jika boleh di bilang gadis itu bisa dikatan sebagai murid teladan. Tas di punggungnya tampaknya berat dan penuh dengan buku-buku. Seragam yang dipakainya terlalu menaati peraturan sekolah.  Dia pasti siswi baik-baik. Tidak pernah mendapatkan masalah sebelumnya.
Tapi kenapa bisa terlambat? karena kesiangan? itu tidak mungkin.
Gadis itu meninggalkan Ranto yang masih terdiam sejenak. Ranto pun lalu memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Tapi sebelumnya ia berada di balik gedung. Ia penasaran dengan gadis itu dan ingin tahu lebih banyak tentangnya. Ranto lalu memutuskan pergi dari tempat itu dan menuju ke kelasnya setelah memastikan gadis itu masuk ke sebuah kelas.
***
Ranto mengamati foto satu persatu. Beberapa foto terpasang di dinding itu. Tak ada foto Ranto sendiri disana. Hanya ada foto Ranti atau pun foto mereka berdua. Di foto itu tertulis tanggal di ambilnya foto itu dan tempat mereka berfoto.
Dari sekian banyak foto. Ada satu foto yang di letakkan Ranto di tempat paling jauh. Bingkainya sudah hampir berdebu tak pernah di sentuh. Ranto menatap foto itu. Berusaha mengingat-ingat. Apa yang membuatnya meletakkan foto itu disana. Foto itu pasti pernah menjadi kenangan yang teristimewa.
Hanya foto sederhana yang memuat gambar dirinya bersama Ranti. Wajah Ranti yang masih putih alami tanpa sapuan make up tebal juga bibirnya yang menyunggingkan senyum tampak sangat cantik. Gadis itu tampak ceria. Rambutnya yang hitam panjang sepinggang dikepang seperti gadis desa. Mereka masih memakai seragam putih abu-abu. Ada pohon besar di belakang mereka. keduanya berteduh diantara rimbunnya daun pohon.
Seperti ada sesuatu dengan pohon itu. Ranto masih berusaha mengingat-ingat. Membuka kembali kenangannya selama tujuh tahun. Tak banyak yang ia ingat dalam rentang waktu sepanjang itu. Pohon itu mengingatkannya tentang satu hal. Sebuah janji.
***
“Kenapa kamu membawaku kesini?” tanya Ranti pada Ranto yang masih menggandeng tangannya.
 Gadis itu tidak suka keluyuran saat jam isitrahat. Ia lebih suka berada di perpustakaan. Paling tidak kantin lebih masuk akal di banding pergi ke belakang sekolah.
Ranto masih diam. “Tempat yang bagus bukan? aku selalu kesini.” Lanjut Ranto memperkenalkan tempat rahasianya pada gadis itu.
Ranti memandang sekeliling. Sejauh mata memandang tumbuhan hijau menjadi latar. Dia baru pertama kali ke sini. Tak percaya di belakang sekolahnya ternyata ada kebun yang indah.
“Untuk apa?” tanya gadis itu yang tak menatap Ranto di sebelahnya.
Ranti masih sibuk menyegarkan matanya dengan warna hijau. Ia bahkan bisa mendengarkan bunyi burung-burung bernyanyi di balik dahan pohon. Meski begitu ia masih bisa menyimak semua dengan baik yang dikatakan kekasihnya.
“Entahlah.” Jawab Ranto sambil mengangkat bahu. “ Disini sangat nyaman. Terkadang aku hanya duduk saja menikmati kicauan burung-burung sementara aku diam. Atau terkadang merenung memikirkan sesuatu. Aku hanya perlu duduk disini menarik napas perlahan dan membuangnya. Melakukan itu seolah bebanku hilang.” Lanjut Ranto dengan senyum. Ia belum melepaskan pegangan tangannya. Ranti ikut tersenyum di sebelahnya. Ia mulai menyukai tempat itu.
Di depan mereka ada sebuah pohon tua yang tinggi menjulang. Pohon tua itu masih tetap kokoh. Akar-akarnya kuat mencengkeram bumi. Pohon paling besar di kebun itu. Ranto menghentikan langkah. Ia tatap pohon itu dengan seksama.
“Pohon yang besar ya? Aku percaya kalau pohon ini pasti sudah berumur ratusan tahun. Tapi dia masih kuat dan kokoh. Lihat, tinggi bukan? sangat cocok di jadikan rumah pohon. Seseorang pasti akan merasa nyaman berada di atas sana.” Ranto mengacungkan telunjuknya ke atas pohon. Seolah benar-benar ada rumah di atas pohon itu. Ranti menengadahkan wajahnya ke atas mengikuti arah telunjuk Ranto.
Ranto menggenggam tangan Ranti lebih erat. menangkupkan kedua tangannya pada tangan kanan Ranti. Matanya menembus ke dalam mata gadis itu. “ Aku ingin cinta kita seperti pohon ini yang akan tetap kokoh tak peduli waktu berputar di tengah-tengah kita. Aku ingin mencintaimu selamanya.” Ucap Ranto lembut penuh pengkhayatan. Ia menekankan suaranya pada kalimat terakhir. Di tatapnya gadis itu. Ranti tersenyum. Keduanya berpelukan. Foto itu lalu diambil sebagai kenang-kenangan.
***

Ranto menghembuskan napas perlahan. Jam dindingnya berdentang-dentang sebanyak empat kali menunjukkan waktu yang telah disepakatinya bersama Ranti. Ia akan terlambat. Ranto tahu gadis disiplin itu pasti sudah berada di taman menunggunya. Entah kenapa tiba-tiba Ranto merasa tidak siap. Apa ia sanggup mengatakan itu? Sebuah kata yang jika telah di ucapkan akan mengubah semuanya. Menghancurkan kebersamaannya bersama Ranti. Mengubur tahun-tahun indah yang telah mereka lewati. Meski tahun-tahun terakhir seolah seperti neraka baginya.
Bersambung...

Hubungi


gambar Via ampuh-kalteng.or.id


Anda dapat menghubungi saya lewat email: ritsamahyasari@gmail.com

Respon cepat bisa sms/ WA ke 085642691945

Pin BBM. D16AA5E4


mau tanya-tanya dulu? bisa kirim inbox ke fb Ritsa Mahyasari.
jangan lupa juga ya untuk like fanspage Ai Jasa Penulisan Artikel di Facebook.^^

Cara Pemesanan

Via id.aliexpress.com

Jika anda tertarik dengan contoh artikel di blog ini segera hubungi lewat email atau pun sms ke nomor Saya. Anda dapat memesan artikel dengan gaya penulisan seperti contoh tulisan di blog ini atau pun memberikan contoh artikel yang anda miliki. Kalau anda punya judul dan keyword yang harus ada pada tulisan, bisa dikirimkan melalui email. Anda juga boleh menunjuk salah satu contoh artikel di blog ini untuk gaya penulisannya kemudian memilih tema dan menyerahkan kebebasan menentukan judul kepada saya. Jadi, anda bisa terima beres saja. Gampang kan..
Nah, setelah sama-sama setuju tentang cara penulisan artikel dan harganya. Saya akan memberikan no.rekening saya untuk anda mulai mentrasfer biaya penulisan lalu konfirmasi dengan sms. Jangan lupa untuk menfoto bukti transfer dan kirimkan ke email saya. Baru saya akan mulai mengerjakan pesanan anda.
Jika anda memesan banyak artikel, bisa juga memberikan DP terlebih dahulu. Kemudian mencicil sisa pembayaran setiap pengiriman 10-15 artikel. Pembayaran harus sudah lunas sebelum pengiriman artikel terakhir. Opsi lain: bisa menggunakan rekber supaya kedua pihak lebih nyaman. :)

Apabila anda tidak puas dengan artikel yang saya tulis, silakan komplain dan anda berhak mengajukan satu kali revisi. ohya, update langsung ke blog gratis tanpa biaya lagi selama tulisan ini masih ada ya.^^


*) Harga yang tercantum dipatok menurut contoh artikel di blog ini. Jika anda mengiginkan tulisan dengan gaya yang berbeda dan berbagai ketentuan yang rumit, seperti: ada keyword utama dan turunan, dicetak tebal, keyword di kalimat pertama,  dsb. Harga bisa didiskusikan lagi..^^

Harga

Via bisnisukm.com
1. Artikel Re-write

Artikel Pendek

200 kata/artikel          = Rp. 6.000 

300 kata/artikel          = Rp. 9.000 

400 kata/artikel          = Rp.12.000 

500 kata/artikel          = Rp.15.000 


Artikel Panjang

600 kata/artikel          = Rp. 18.000

700 kata/artikel          = Rp. 21.000

800 kata/artikel          = Rp. 24.000 

900 kata/artikel          = Rp. 27.000 

1000 kata/artikel        = Rp. 30.000 


2. Artikel Semi Re-write

Artikel Pendek    

200 kata/artikel        = Rp. 10.000
300 kata/artikel        = Rp. 15.000
400 kata/artikel        = Rp. 20.000
500 kata/ artikel       = Rp. 25.000

Artikel Panjang
600 kata/artikel       = Rp. 36.000
700 kata/artikel       = Rp. 42.000
800 kata/artikel       = Rp. 48.000
900 kata/artikel       = Rp. 54.000
1000 kata/artikel     = Rp. 60.000



3. Artikel Original

Artikel Pendek

200 kata/artikel      = Rp. 20000
250 kata/artikel      = Rp. 25.000
300 kata/artikel      = Rp. 30.000
350 kata/artikel      = Rp. 35.000


Artikel Panjang
400 kata/artikel      = Rp. 48.000
450 kata/artikel      = Rp. 54.000
500 kata/artikel      = Rp. 60.000

Mau harga teman? BOLEH.. tapi kalau ngaku teman harus diborong dong artikel saya.. hehe.. Pemesanan 50 artikel bisa lebih miring harganya. Oke kan? :)



Jasa Penulisan Artikel

Via Dokumen pribadi

Di tengah ramainya orang menggunakan internet di zaman sekarang ini, website-website pun bermunculan untuk menawarkan informasi sehingga orang-orang dimudahkan untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Jika anda pemilik website atau pun blog yang membutuhkan artikel, namun tidak sempat menulis. Saya menerima jasa penulisan artikel bahasa Indonesia.

Anda tak perlu khawatir karena artikel 100% lolos plagiarisme checker. ada bebepa kategori yang dapat anda pilih, yakni: artikel tentang kesehatan, kecantikan, hiburan, cinta, keluarga, inspirasi, motivasi, wisata dll. Silakan baca dulu contoh artikel yang ada di blog ini untuk tahu seperti apa gaya penulisan saya. Semoga kita bisa bekerjasama ya.. saya tunggu lho^^


Tentang

Curriculum Vitae



Nama Lengkap              : Ritsa Mahyasari, S.Pd.
Tempat, Tanggal Lahir: Pekalongan, 30 November 1993
Jenis Kelamin              : Perempuan
Kewarganegaraan      : Indonesia
Agama                        : Islam
Status                         : Single
Alamat                        : Pekalongan                                
No. Hp                         : 085642691945
Email                           : ritsamahyasari@gmail.com
Alamat Blog                : http://ritsamahyasari.blogspot.co.id
Alamat Fb                    : https://www.facebook.com/ritsamahyasari

Pendidikan Formal
1999-2005       : MSI 17 Pabean
2005-2008       : MTs Ribatul Muta’allimin
2008-2011       : MAN 2 Pekalongan
2011-2015       : Universitas Pekalongan

 Kemampuan
Menguasai komputer (Ms. word, excel, power point)
Menulis baik fiksi maupun non fiksi
Meneliti dan mengedit naskah
Update blog
Aktif di social media

Pengalaman Menulis
Telah tergabung bersama kawan-kawan penulis lainnya dan menghasilkan beberapa buku antologi, antara lain berjudul :
1.      “Moni” Motivasi Mini (Dua Tujuh Aksara, 2012)
2.      “Karena Surga Ada di Bawah Telapak Kaki Ibu” (Writing Revolution, 2012)
3.      “Qasidah Lintas Cahaya” (Pena Nusantara, 2012)
4.      “Cerita SMA #4” (Harfey, 2013)
5.      “Mom, I’m Fallin In Love” (Pena Nusantara, 2013)
6.      “Fabel Cinta Indonesia” (Ae Publishing, 2013)

Pengalaman Bekerja di Bidang Penulisan :
Kontributor di www.dilihatya.com (2014)
Kontributor di www.infosehatkeluarga.com (2016)
Kontributor untuk hipwee community di hipwee.com (2016)
Penulis lepas di www.vebma.com (2017)
Penulis artikel untuk klien  (2015- Sekarang)
JV di www.infosehatkeluarga.com (Juli 2016 - Sekarang)

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Pekalongan,  08 Juni 2017


Ritsa Mahyasari