Via google.co.id
Ranti jadi tersenyum sendiri. Itu pertama kali nya ia bertemu dengan Ranto. Kenangan-kenangan itu kini hanya sebatas kenangan. Sekarang semua sudah berbeda. Entah apa yang menyebabkannya berbeda. Perasaannya pada Ranto telah mati. Tak ada cinta lagi yang terselip di hatinya. Yang ada hanya sisa-sisa kenangan yang pernah terlewati bersama. Itu pun hanya sebagian kecil yang masih diingat Ranti.
Mata Ranti kembali menerawang. Tujuh
tahun mereka bersama. Semua kini terasa hambar. Jika banyak orang mengatakan mereka
berdua sangat serasi. Itu benar. Terlalu banyak kecocokan hingga terasa
membosankan. Ranti membuang napas untuk kesekian kalinya.
Ranti masih ingat saat Ranto
melihatnya berjalan dengan pria lain. Saat itu ia masih berada di toko buku
saat Ranto meneleponnya. Tak memungkinkan untuk menjawab telepon terlalu lama, Ranti
akhirnya bilang kalau dirinya sedang sibuk. Ranto pun segera mengakhiri
panggilan itu. Tak lama setelah telepon ditutup. Ranti melihat bayangan
seseorang seperti Ranto menjauhi tempat itu. Ranti mengerjap-ngerjapkan
matanya. Ia yakin tak salah lihat. Pria itu memang Ranto.
Pria di sebelahnya yang pernah
dilihat Ranto itu bernama Rado. Sebenarnya ia sama sekali tidak berselingkuh. Papanya
dan papa Rado bersahabat. Ranti sudah mengenal Rado sejak lama bahkan jauh
sebelum mengenal Ranto. Ranti sudah menganggap Rado seperti kakaknya sendiri.
Tidak lebih.
Saat itu Ranti sedang tertawa
bersama Rado. Mereka berdua jarang bertemu. Jadi Ranti tidak ingin seorang pun
mengganggu kebersamaannya dengan Rado. Ranti anak tunggal. Ia merindukan Rado
yang selama ini telah menjelma sebagai sosok kakak untuknya. Ia bisa tertawa
bersama Rado tentang apa saja seperti saat mereka kecil dulu. Di sela tawa itu
Ranti tiba-tiba saja melihat Ranto. Entah apa yang akan dipikirkan pria itu.
Ranti tidak berniat untuk mengejarnya, ia melanjutkan tawanya yang sempat
terhenti karena kehadiran Ranto.
Ranti sadar. Cintanya telah hilang.
Ia sudah tak memiliki persediaan cinta lagi untuk Ranto. Tapi meski begitu tak
ada sedikit pun terbersit di pikirannya untuk berselingkuh. Ranti tidak
menyalahkan Ranto jika pria itu mengira kalau dirinya berselingkuh dengan Rado.
Rado tak jauh beda dengan Ranto. Ia juga memiliki senyum yang menawan bahkan
tampak lebih dewasa dari Ranto. Rado tidak kalah dengan Ranto. Banyak
gadis-gadis yang mengejar cinta pemuda tampan
itu.
Ranti merasa tidak ada yang perlu
dijelaskan tentang Rado pada Ranto. Kejadian di toko buku itu hanya hal biasa.
Ia tidak peduli. Selama ini Ranto juga tidak pernah bertanya. Mereka masih
tetap bersama. Melewati tahun-tahun bersama meski tanpa cinta. Meski begitu
Ranti tak bisa menapik kejadian di toko buku membuat hubungannya dan Ranto
menjadi semakin renggang.
Ranti merasa ada yang berubah pada diri Ranto.
Ia merasa segalanya tidak berjalan baik-baik saja. Terkadang ia merasakan
tatapan mata Ranto penuh cinta,tapi saat ia berkedip tatapan itu sudah langsung
berubah. Seperti tatapan menghina. Melecehkan.
Ranti tidak tahu apa yang sebenarnya
dipikirkan pria itu tentang dirinya. Ia semakin tidak mengenal Ranto dan cukup
sudah kesabarannya menjaga hubungan mereka. Sungguh,jika saja Ranto mau
mengakui kalau dia cemburu. Ia akan langsung menjelaskan kesalah pahaman itu
bahwa Rado sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Tapi Ranto tak pernah
bertanya. Tak pernah mengungkit soal kejadian di toko buku itu. Seolah tidak
ada yang pernah terjadi.
Ranti semakin menenggelamkan
wajahnya. Menutup telinganya dengan tangan. Sesaat ia merasakan seorang pria
berdiri di depannya. Ia mendongakkan kepala perlahan. Ranto sudah berada di
depannya. Ia menggeser duduknya dan membiarkan Ranto duduk di sebelahnya. Detik-detik
berjalan tanpa ada seorang pun yang bicara dari salah satu mereka.
“Ada hal yang ingin kubicarakan padamu.” Ranto memulai pembicaraan
dengan mata menatap ke depan. Tanpa sedikit pun melirik Ranti di sebelahnya.
Nada suaranya terdengar bergetar. Wajah tampan itu sedikit berkeringat.
“Oh ya? Aku juga punya hal yang ingin kubicarakan padamu.” Sambut
Ranti dengan senyuman. Berusaha ceria seperti biasa. Tanpa Ranto tahu,ia
menyembunyikan rasa gugup. Memikirkan bagaimana cara menyampaikan keputusannya
tanpa menyakiti perasaan Ranto. Ia ingin secepatnya memutuskan hubungan tanpa
cinta ini.
Sesaat jeda memutuskan percakapan
mereka. Ranti masih menunggu kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut
Ranto. Tapi pria itu masih tetap diam.
“ Aku tidak tahu siapa diantara kita yang akan lebih sakit dengan
keputusan ini.”
Ranti memandang Ranto.
Dahinya sedikit berkerut dengan perkataan Ranto,tapi ia tidak menyela. “Aku
merasa kita tak bisa lagi bersama sebagai sepasang kekasih.” Suara pria itu
menggema di hati Ranti. Ia menyimak setiap kata yang diucapkan Ranto. Ranto
mengenggam tangan Ranti erat dan menenggelamkannya di tangan kokoh yang ia
punya. “Maaf. Aku tak bisa menepati janjiku untuk mencintaimu selamanya.” Ranto
melepas kata itu berbarengan dengan tangan Ranti yang terlepas perlahan dari
tangannya.
Ranti hampir tersedak dengan
perkataan Ranto. Ia kaget. Di tatapnya mata pria itu. Ada sedikit kesedihan
yang ia tangkap dari mata Ranto,tapi ada sesuatu yang tak bisa ia mengerti. Ia
tak bisa masuk dan tahu lebih dalam tentang hati dan perasaan pria itu
sesungguhnya.
“ Kita memang gagal menjadi sepasang kekasih. Ternyata tujuh tahun
tidak cukup untuk mengukuhkan cinta kita. Cinta itu telah hilang tanpa kita
berdua sadari.” Kata Ranti tertawa menertawakan kebodohannya. Ranto
memandangnya dengan dahi berkerut tak mengerti.
“ Kau tahu? sebenarnya hal itu pula yang ingin kukatakan padamu.”
Ranti tertawa lagi. Kali ini terdengar hambar.
Taman itu mulai sepi pengunjung.
Hanya ada beberapa pasangan kekasih yang masih menikmati keindahan sore sambil
bercengkrama. Dari tempat mereka berdua duduk sesekali bisa mendengar suara
orang tertawa dan berbisik-bisik.
Ranto meninggalkan Ranti yang masih
tertawa. Sebelum pergi ia melihat senyum gadis itu. Ranti masih tertawa kecil
melihat punggung Ranto yang berjalan menjauh. Saat pria itu sudah benar-benar
pergi, ia
menangis.
TAMAT