Search This Blog

Thursday, November 19, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Ending Season)

Via google.co.id

Ranti jadi tersenyum sendiri. Itu pertama kali nya ia bertemu dengan Ranto. Kenangan-kenangan itu kini hanya sebatas kenangan. Sekarang semua sudah berbeda. Entah apa yang menyebabkannya berbeda. Perasaannya pada Ranto telah mati. Tak ada cinta lagi yang terselip di hatinya. Yang ada hanya sisa-sisa kenangan yang pernah terlewati bersama. Itu pun hanya sebagian kecil yang masih diingat Ranti.
Mata Ranti kembali menerawang. Tujuh tahun mereka bersama. Semua kini terasa hambar. Jika banyak orang mengatakan mereka berdua sangat serasi. Itu benar. Terlalu banyak kecocokan hingga terasa membosankan. Ranti membuang napas untuk kesekian kalinya.
Ranti masih ingat saat Ranto melihatnya berjalan dengan pria lain. Saat itu ia masih berada di toko buku saat Ranto meneleponnya. Tak memungkinkan untuk menjawab telepon terlalu lama, Ranti akhirnya bilang kalau dirinya sedang sibuk. Ranto pun segera mengakhiri panggilan itu. Tak lama setelah telepon ditutup. Ranti melihat bayangan seseorang seperti Ranto menjauhi tempat itu. Ranti mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia yakin tak salah lihat. Pria itu memang Ranto.
Pria di sebelahnya yang pernah dilihat Ranto itu bernama Rado. Sebenarnya ia sama sekali tidak berselingkuh. Papanya dan papa Rado bersahabat. Ranti sudah mengenal Rado sejak lama bahkan jauh sebelum mengenal Ranto. Ranti sudah menganggap Rado seperti kakaknya sendiri. Tidak lebih.
Saat itu Ranti sedang tertawa bersama Rado. Mereka berdua jarang bertemu. Jadi Ranti tidak ingin seorang pun mengganggu kebersamaannya dengan Rado. Ranti anak tunggal. Ia merindukan Rado yang selama ini telah menjelma sebagai sosok kakak untuknya. Ia bisa tertawa bersama Rado tentang apa saja seperti saat mereka kecil dulu. Di sela tawa itu Ranti tiba-tiba saja melihat Ranto. Entah apa yang akan dipikirkan pria itu. Ranti tidak berniat untuk mengejarnya, ia melanjutkan tawanya yang sempat terhenti karena kehadiran Ranto.
Ranti sadar. Cintanya telah hilang. Ia sudah tak memiliki persediaan cinta lagi untuk Ranto. Tapi meski begitu tak ada sedikit pun terbersit di pikirannya untuk berselingkuh. Ranti tidak menyalahkan Ranto jika pria itu mengira kalau dirinya berselingkuh dengan Rado. Rado tak jauh beda dengan Ranto. Ia juga memiliki senyum yang menawan bahkan tampak lebih dewasa dari Ranto. Rado tidak kalah dengan Ranto. Banyak gadis-gadis yang mengejar cinta pemuda tampan itu.
Ranti merasa tidak ada yang perlu dijelaskan tentang Rado pada Ranto. Kejadian di toko buku itu hanya hal biasa. Ia tidak peduli. Selama ini Ranto juga tidak pernah bertanya. Mereka masih tetap bersama. Melewati tahun-tahun bersama meski tanpa cinta. Meski begitu Ranti tak bisa menapik kejadian di toko buku membuat hubungannya dan Ranto menjadi semakin renggang.
 Ranti merasa ada yang berubah pada diri Ranto. Ia merasa segalanya tidak berjalan baik-baik saja. Terkadang ia merasakan tatapan mata Ranto penuh cinta,tapi saat ia berkedip tatapan itu sudah langsung berubah. Seperti tatapan menghina. Melecehkan.
Ranti tidak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan pria itu tentang dirinya. Ia semakin tidak mengenal Ranto dan cukup sudah kesabarannya menjaga hubungan mereka. Sungguh,jika saja Ranto mau mengakui kalau dia cemburu. Ia akan langsung menjelaskan kesalah pahaman itu bahwa Rado sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Tapi Ranto tak pernah bertanya. Tak pernah mengungkit soal kejadian di toko buku itu. Seolah tidak ada yang pernah terjadi.
Ranti semakin menenggelamkan wajahnya. Menutup telinganya dengan tangan. Sesaat ia merasakan seorang pria berdiri di depannya. Ia mendongakkan kepala perlahan. Ranto sudah berada di depannya. Ia menggeser duduknya dan membiarkan Ranto duduk di sebelahnya. Detik-detik berjalan tanpa ada seorang pun yang bicara dari salah satu mereka.
“Ada hal yang ingin kubicarakan padamu.” Ranto memulai pembicaraan dengan mata menatap ke depan. Tanpa sedikit pun melirik Ranti di sebelahnya. Nada suaranya terdengar bergetar. Wajah tampan itu sedikit berkeringat.
“Oh ya? Aku juga punya hal yang ingin kubicarakan padamu.” Sambut Ranti dengan senyuman. Berusaha ceria seperti biasa. Tanpa Ranto tahu,ia menyembunyikan rasa gugup. Memikirkan bagaimana cara menyampaikan keputusannya tanpa menyakiti perasaan Ranto. Ia ingin secepatnya memutuskan hubungan tanpa cinta ini.
Sesaat jeda memutuskan percakapan mereka. Ranti masih menunggu kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut Ranto. Tapi pria itu masih tetap diam.
“ Aku tidak tahu siapa diantara kita yang akan lebih sakit dengan keputusan ini.”                                     Ranti memandang Ranto. Dahinya sedikit berkerut dengan perkataan Ranto,tapi ia tidak menyela. “Aku merasa kita tak bisa lagi bersama sebagai sepasang kekasih.” Suara pria itu menggema di hati Ranti. Ia menyimak setiap kata yang diucapkan Ranto. Ranto mengenggam tangan Ranti erat dan menenggelamkannya di tangan kokoh yang ia punya. “Maaf. Aku tak bisa menepati janjiku untuk mencintaimu selamanya.” Ranto melepas kata itu berbarengan dengan tangan Ranti yang terlepas perlahan dari tangannya.
Ranti hampir tersedak dengan perkataan Ranto. Ia kaget. Di tatapnya mata pria itu. Ada sedikit kesedihan yang ia tangkap dari mata Ranto,tapi ada sesuatu yang tak bisa ia mengerti. Ia tak bisa masuk dan tahu lebih dalam tentang hati dan perasaan pria itu sesungguhnya.
“ Kita memang gagal menjadi sepasang kekasih. Ternyata tujuh tahun tidak cukup untuk mengukuhkan cinta kita. Cinta itu telah hilang tanpa kita berdua sadari.” Kata Ranti tertawa menertawakan kebodohannya. Ranto memandangnya dengan dahi berkerut tak mengerti.
“ Kau tahu? sebenarnya hal itu pula yang ingin kukatakan padamu.” Ranti tertawa lagi. Kali ini terdengar hambar.
Taman itu mulai sepi pengunjung. Hanya ada beberapa pasangan kekasih yang masih menikmati keindahan sore sambil bercengkrama. Dari tempat mereka berdua duduk sesekali bisa mendengar suara orang tertawa dan berbisik-bisik.
Ranto meninggalkan Ranti yang masih tertawa. Sebelum pergi ia melihat senyum gadis itu. Ranti masih tertawa kecil melihat punggung Ranto yang berjalan menjauh. Saat pria itu sudah benar-benar pergi, ia menangis.


 TAMAT

No comments:

Post a Comment