Via google.co.id
Cinta itu dari hati, tapi dekat dengan logika.
Kita yang memilih untuk tetap menjaga..
Atau melepasnya...
Ranto
Sore itu begitu teduh. Angin
sepoi-sepoi membuat daun-daun pohon melambai berirama. Rumah kecil sederhana
itu tampak sejuk dengan pohon-pohon yang terdapat di depan dan samping rumah.
Di depan rumah itu berdiri pohon
mangga dan di samping rumah terdapat pohon jambu yang lumayan tinggi.
Pohon-pohon besar itu di biarkan saja oleh pemiliknya. Rumah itu disewakan
untuk tempat kos. Saat pohon-pohon itu berbuah,orang-orang yang berada dalam
rumah itu boleh mengambil buah itu sesukanya. Pemiliknya tidak terlalu peduli.
Di salah satu kamar kos itu Ranto
sedang bersiap untuk bertemu Ranti. Mereka berdua sepakat akan bertemu di taman
kota. Perasaannya tiba-tiba gelisah. Ia menata kembali kalimat yang rencananya
akan ia ucapkan pada gadis itu.
Sebenarnya sejak pertama kali
bertemu dengan Ranti ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Dia
tidak seperti gadis-gadis lain yang selama ini mengejarnya. Sungguh,bukan
karena wajah cantik Ranti yang membuatnya jatuh cinta. Jika hanya
kecantikan,gadis-gadis yang selama ini mengaguminya tidak kalah dari Ranti.
Mereka semua juga cantik. Bahkan tidak hanya cantik,tapi juga memiliki sisi
lain yang bisa ditonjolkan selain cantik. Pintar misalnya. Tapi Ranti juga
pintar.
Ah,Ranti memang sangat spesial di mata Ranto.
Dia sudah menguasai hati pria itu. Hanya ada nama Ranti yang tersemat dalam
mimpi-mipi Ranto. Dulu.
Dulu gadis itu begitu
teristimewa,meski kini berbeda. Jalinan kasih yang telah dilewati
bertahun-tahun terhempas begitu saja. Seperti kapal yang pecah di hantam karam
sampai menjadi berkeping-keping. Hatinya hancur karena sebuah pengkhianatan
lalu tiba-tiba saja cinta itu menghilang.
Tujuh tahun menggandeng gadis itu
bersamanya ternyata tidak cukup bagi Ranti untuk hanya memandang kekasihnya
saja. Menyematkan nama Ranto kuat-kuat di lubuk hatinya. Perselingkuhan Ranti
menjadi tamparan keras bagi Ranto.
Ranto memandang dirinya di cermin.
Matanya menerawang teringat kejadian di toko buku beberapa waktu lalu.
Apa hebatnya pria itu dibanding aku sehingga mampu menyebabkan
Ranti berpaling? mereka terlihat bahagia. Sangat serasi.
***
Siang itu terik mentari begitu
menyengat. Ranto memutuskan berhenti di toko buku langganannya. Ia sedang
mencari-cari buku saat matanya tak sengaja menangkap sosok Ranti.
Awalnya ia ragu. Ia tak percaya
dengan apa yang ia lihat. Ranti berjalan dengan
seorang pria dan mereka tampak akrab.
Sesekali mereka berdua saling tertawa.
Gadis itu terkadang mendekatkan tangannya yang berkulit putih ke mulut
menghalangi tawa di bibirnya. Ranto terlalu jauh untuk bisa mendengar
percakapan mereka. Ia bahkan tidak yakin kalau gadis itu Ranti. Pandangannya
tidak begitu jelas untuk bisa melihat seseorang dari kejauhan. Ranto lalu
menelepon Ranti untuk memastikan bahwa gadis yang berdiri dengan pria bertubuh
tegap itu bukanlah kekasihnya.
Ia sedang menelepon Ranti ketika
perempuan itu dengan sigap merogoh sakunya kemudian mendekatkan hpnya ke
telinga kanan. Saat itu tubuh Ranto lemas. Gadis itu memang Ranti.
“ Hallo.” Suara Ranti di ujung sana. Ranto masih tak henti
memandang ke arah Ranti tanpa sepengetahuan gadis itu. Ranto berusaha agar
tidak terlihat mencolok. Dia berkerumun diantara barisan pengunjung lain.
“Hallo,sayang. Kamu di rumah nggak? aku ke rumah kamu sekarang ya.”
“ Sorry banget nih, aku lagi nggak di rumah. Aku sibuk hari ini.”
Ranto membuang napas perlahan. “ Oh ya udah,nanti
aku telepon kamu lagi.”
“ Bye,sayang.” Suara Ranti terdengar riang seperti biasa.
“ Bye.” Gumam Ranto lirih lalu menutup telepon.
Ranto masih berdiri mengamati Ranti
sesaat setelah mengakhiri panggilan itu. ia juga mengamati pria di sebelah
Ranti. Mengamati keduanya yang sedang tertawa bersama seperti sepasang kekasih
yang dimabuk cinta hingga orang-orang pun iri melihat mereka.
Kini ia tahu apa arti sibuk itu. Ranti sedang
sibuk berdua dengan pria lain. Dengan memendam emosi,ia segera melangkah pergi
dari tempat itu. Ia menjauh meninggalkan tawa Ranti yang seakan menggema dalam
ruangan itu. Tawa pria asing itu pun ikut menggema. Tidak perlu penjelasan apa
pun. Ia tidak ingin penjelasan. Itu tidak akan bisa merubah semuanya.
Sejak tadi matanya sudah cukup jelas
mengawasi gadis itu. Telepon itu juga sudah menunujukkan kalau Ranti berbohong.
Kalau ada seorang gadis yang bisa menyangkal dari semua tuduhan itu. Setidaknya
Ranto bisa menyimpulkan hal lain. Ranti menyembunyikan sesuatu darinya. Tentang
pria itu. Dia sama sekali tidak mengenal pria di sebelah Ranti. Ranto yakin
pria yang sedang tertawa di sebelah Ranti bukan bagian dari teman-teman pria
Ranti yang telah ia tahu semuanya. Lagi pula gadis itu tidak bisa terlalu akrab
dengan seorang pria. Sejak dulu Ranti lebih suka sahabat wanita.
Sebenarnya Ranto bisa saja muncul
tiba-tiba di tengah-tengah mereka dan mengagetkan keduanya. Meletupkan amarahnya pada Ranti kalau perlu
ia sedikit baku hantam dengan pria yang telah berani merebut gadisnya. Tapi ia
tidak mau melakukan itu. Pikirannya terlalu kacau. Menurutnya berkelahi hanya
tindakan bodoh dan kekanak-kanakan. Ia memilih menghindar. Ini sungguh
mengagetkan untuknya. Ternyata waktu tujuh tahun tidak bisa membuat Ranto
mengenal siapa Ranti sesungguhnya. Gadis itu berselingkuh. Hanya itu yang
terputar dalam pikiran Ranto.
***
Ranto melirik arlojinya. jarum jam
terasa berjalan lambat. Sebenarnya tidak banyak yang perlu ia siapkan untuk
pergi ke taman. Ia hanya perlu memakai jaket lalu menyambar kunci motornya dan
melaju cepat menuju taman kota. Tapi entah kenapa kini ia lebih memilih untuk
tetap duduk di kamar kosnya memikirkan apa yang akan ia katakan. Cintanya telah
hilang. Ia ingin mengakhiri hubungan ini.
Bersambung...
Bersambung...
No comments:
Post a Comment