Search This Blog

Friday, August 18, 2017

Hati yang Memintaku Menanti (Season 6)

 gambar Via pixabay.com

Sekeliling mereka memudar. Hanya ada mereka berdua. Di temani bulan dan bintang-bintang yang berpesta menyambut malam yang indah. Malam spesial untuk Nia dan kevin.
Hanya akan ada hal yang indah yang akan terjadi setelah malam ini. Nia tersenyum. Kevin ada didepannya kini dan bukan Cuma bayang-bayang. Kevin berada didekatnya dan ia yakin semua akan baik-baik saja. Mata pria itu berbisik bahwa segalanya akan membaik setelah ini. Tak akan ada kesedihan lagi.
Mereka berdua memakan hidangan yang telah dipesan dengan perasaan yang luar biasa gembira. Kevin menggengam tangan Nia. Ditatapnya bola mata Nia lekat-lekat. Dirinya seperti tenggelam dalam mata indah itu. Rasanya ia tak ingin berkedip.
“ Bagimana kabarmu? kamu lebih kurus dari saat terakhir kita bertemu.” Suara Kevin memecah kesunyian. Irama musik terdengar mengalun menemani pengunjung kafe malam ini. Musik yang begitu syahdu menambah para pengunjung semakin larut dalam perasaan bahagia.
“ Aku baik-baik saja. Kamu sendiri? apa begitu betah di luar negeri sampai kamu tidak pernah pulang?” Nia mulai cerewet seperti biasa. Bibirnya manyun saat mengucapkan kata terakhir. Teringat hari-hari yang dilaluinya tanpa Kevin. Hari-hari terberat bagi hidupnya. Lalu Kevin malah tidak pernah untuk mengunjunginya. Ia tidak mengerti kenapa pria itu tdak pernah pulang dan memilih tinggal di luar sana bertahun-tahun.
Kevin tersenyum. “ Kalau aku pulang. Aku pasti tidak akan berniat kembali lagi. Jadi aku memutuskan tidak akan pulang sebelum kelulusanku.” Jawabnya tenang. Jemarinya membelai rambut depan Nia yang panjang dan menyisihkan ke telinga supaya bisa melihat wajah Nia dengan lebih jelas. Memperhatikan ekspresi yang tecermin disana. Hal yang dulu sering ia lakukan.
Nia menunduk merasakan Kevin menatapnya. Tapi Kevin buru-buru mengangkat wajah cantik itu lembut. “Biarkan aku melihatnya. Menatap seperti ini. Hal yang selalu kurindukan saat aku berada jauh dari mu.”
Nia tersenyum. Ia menatap Kevin di depannya yang tampak lebih dewasa. Wajah itu tidak hanya tampan tapi juga mengguratkan kebijaksanaan. Malam ini memang menyenangkan saat ia bisa menatap wajah itu bahkan sesaat setelah ia berkedip wajah itu tidak akan hilang. Berbeda dengan bayang-bayang. Bayang-bayang yang selau hadir menemaninya. Mengisi hari-harinya,tapi bisa hilang kapan saja.
Kevin memotong makanannya dengan pisau. ia munusukkan garpu dan menghadiahkan suapan itu untuk Nia. “ Mulai sekarang kamu harus banyak makan. hmm, apa gadis di depanku ini sudah tidak makan selama lima tahun?” tanyanya mencoba melucu.
Nia tertawa. “ Itu karena kamu.” jawab Nia pura-pura cemburut.
Kevin memasang wajah bersalah. “ Baiklah. Kalau begitu aku akan menebus kesalahanku. Mengajaknya makan siang setiap hari?” ia berpikir sejenak. “Yang terpenting aku tidak akan membiarkan gadis di depanku ini sendirian.” Ia tersenyum. Mereka berpelukan.

TAMAT

Wednesday, August 16, 2017

Hati yang Memintaku Menanti (Season 5)

gambar Via pixabay.com


Ia masih ingat kejadian itu. Saat melihat air mata jatuh menetes dari mata Nia, Kevin menempelkan tangannya di wajah Nia. Menatap mata sembap itu. Jari jemarinya mengusap air mata di sekitar mata indah Nia hingga tak jatuh ke pipi. Namun air mata Nia semakin deras bergulir.
“ Jangan pergi.” Suara Nia serak berlomba dengan air matanya yang semakin sering menetes.
“ Aku pasti pulang untuk menemuimu.” Jawab Kevin di sela aktivitas jemarinya mengusap air mata Nia. Ia tidak ingin melihat Nia menangis. Ada sesak yang menyelimutinya saat melihat itu.
“Aku..aku..” Nia benar-benar panik. Banyak hal yang ingin dia katakan,tapi suara nya seperti tertelan kembali. Kata-kata berhamburan menjadi hal yang rumit untuk di rangakai.
Kevin menatap Nia lekat-lekat. Ia meletakkan telunjuknya di bibir Nia. Kevin tahu meski Nia tak mengatakan apa pun. Ia sangat tahu perasaan gadis itu pasti tidak berbeda dengan perasaaanya pula. Persaan hampa saat ia pergi menjauh meniggalkan isak tangis Nia.
“ Aku akan kembali untuk kamu. Aku berjanji. Kita tidak benar-benar berpisah.”
Kata-kata yang meluncur dari mulut Kevin seperti tak terdengar oleh Nia. Kevin kemudian menarik gadis itu kepelukannya. Memeluknya erat dan tidak melepaskannya. Membisikkan dengan bahasa hati kalau ia akan selalu di samping Nia meski jarak memisahkan mereka.
Setelah isak Nia reda, Kevin melangkah pergi. Ia tidak sanggup menengok ke belakang. Ia paksa kakinya sekuat mungkin untuk berjalan. Kalau menuruti isi hatinya, Kevin ingin sekali berjalan mundur. Tidak meninggalkan Nia yang menangis. Rasanya ia ingin menenangkan gadis itu,entah sampai kapan. Jika boleh memilih, ia tidak ingin pergi.
***
Hari-hari berada jauh dari Nia juga bukan hal yang mudah untuk Kevin. Ia merindukan sosok itu. Sosok Nia yang selalu ceria di sampingnya. Sosok Nia yang selalu penasaran dan sering bertanya. Ia merindukan kecerewetan khas gadis itu.
Bayang-bayang Nia pun mengikuti setiap langkah kakinya. Setiap barang-barang kesukaan Nia yang ia lihat selalu mengingatkannya pada gadis itu. Jam tangan pemberian Nia juga membuat Kevin mengingat Nia setiap detiknya.
Bukan hanya Nia yang membutuhkannya, tapi Kevin juga membutuhkan Nia. Mereka berdua saling melengkapi. Rasanya aneh jika berjalan sendiri-sendiri seperti sesuatu yang tidak seimbang. Ada sesuatu yang tidak beres.
Ia ingin secepatnya menemui gadis itu. Ia tidak hanya ingin memeluk bayangannya. Ia ingin Nia berada di sampingnya. Ia akan selalu menjaga gadis itu. Tidak membiarkannya menangis lagi. Cukup sekali ia melihat itu. Ia tidak akan membiarkan itu terulang. Tak akan dibiarkan bidadarinya menangis.
***

Malam ini dengan di padu lilin-lilin mereka berdua saling tatap berhadapan memandang wajah satu sama lain. Bola mata mereka seperti kaca yang mampu memantulkan bayangan masing-masing. 

Bersambung..

Monday, August 14, 2017

Hati yang Memintaku Menanti (Season 4)

gambar Via pixabay.com


Nia menatap Kevin ragu,tapi akhirnya ia bersuara memberitahukan alamat rumahnya. Ditatapnya lagi pria di sampingnya itu. Tidak ada yang mencurigakan. Pria itu sangat sopan sepertinya dia pria yang baik.
Kevin lalu mengantar Nia pulang. Mereka berdua berjalan bersama bersisian. Sebenarnya rumah Nia tidak terlalu jauh. Kevin heran kenapa Nia bisa tersesat dan tak tahu jalan pulang. Tapi dia memilih diam dan tidak berniat menanyakan itu pada Nia. Mungkin gadis itu baru saja pindah rumah. Pikirnya dalam hati.
Setelah sampai di rumah, Nia mengajak Kevin masuk ke rumahnya, tapi Kevin menolak. Nia memaksa Kevin untuk masuk. Ia tidak bisa membiarkan orang yang telah membantunya pergi begitu saja tanpa ia membalasnya dengan sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Setidaknya ia bisa menuangkan teh hangat untuk Kevin sebelum pria itu memutuskan untuk pergi.
Mereka berdua berkenalan dan menjadi lebih akrab setelah tahu kalau ternyata mereka juga satu sekolah. Kevin kakak kelasnya. Entah kenapa ada sebersit bahagia di hati Nia. Tapi bukan hanya Nia, Kevin juga merasakan itu. Mereka terkesan gugup satu sama lain. Sesekali melirik kemudian tersenyum.
***
Kevin masih memandang Nia dengan tatapannya yang Nia kenal selama ini. Tatapan melindungi. Ia amati gadis di depannya lebih kurus dari saat terakhir kali mereka bertemu. Meski begitu Nia tampak cantik. Malam ini ia seperti duduk bersama bidadari. Bidadarinya yang selalu ia rindukan.

Terakhir kali mereka bertemu,bidadari itu sedang menangis sampai-sampai ia tidak tahu harus bagaimana untuk membuatnya berhenti menangis supaya dadanya tidak sesak lagi. Ia tidak tahan melihat air mata itu sampai-sampai dirinya kesulitan bernapas.

Bersambung..

Saturday, August 12, 2017

Hati yang Memintaku Menanti (Season 3)

gambar Via pixabay.com

Ia sudah sangat lelah. Rasanya hampir pingsan. Saat itu ia melihat pohon besar dan ia menyerah lalu memilih duduk di bawah pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia memandangi sekelilingnya. Suasana mulai sepi. Tidak seramai tadi. Cuaca sudah cukup panas. Mungkin orang-orang memilih kembali ke rumah masing-masing.
Nia masih memikirkan jalan pulang ketika seorang pria mendekat ke arahnya. Sejenak pria itu ragu, tapi kemudian duduk di sebelah Nia. Nia menggeser posisi duduknya saat menyadari seseorang kini duduk di sampingnya. Keningnya berkerut dengan tanda tanya besar di kepalanya. Ia memandang pria itu. Seperti ingin mengucapkan sesuatu lalu ia mengatupkan mulutnya kembali.
“ Kamu kenapa berputar-putar di jalan yang sama? aku lihat kamu mondar-mandir di jalan ini dari tadi.” Kata Kevin memecah keheningan. Tatapannya lurus kedepan. Tidak menghadap pada Nia di sebelahnya.
“ Aku lupa jalan pulang.” Jawab Nia bernada mengeluh. Ia menangkupkan kedua telapak tangan menutupi wajahnya. Sinar matahari samar-samar masuk ke celah rimbunnya daun pohon membuat matanya sedikit silau. Ia lalu menutupi mata itu dengan tangan seolah-olah sedang melakukan gerakan hormat pada seseorang.
Sebenarnya Kevin ingin tertawa mendengar kata-kata Nia. Tapi ia amati gadis itu tampak murung. Sebisa mungkin Kevin berusaha agar wajahnya terlihat biasa saja. Ia tidak ingin ada kesan meledek yang tersirat di wajahnya. Ia tak mau Nia menjadi tak nyaman jika itu sampai terjadi. Jika mata gadis itu sampai menangkap ada sesuatu yang aneh pada Kevin. Kevin hanya ingin membantu. Itu saja.
Sejak tadi saat dia sedang duduk di teras rumah,ia memang melihat seorang gadis mondar-mandir di depan kompleks rumahnya. Seperti sedang mencari jalan keluar,tapi akhirnya kembali ke tempat yang sama. Gadis itu tampak lelah. Samar-samar ia melihat kening gadis itu sesekali berkerut. Mungkin sedang berpikir.
Ia merasa iba saat akhirnya gadis itu memutuskan duduk mematung di bawah pohon. Jadi dia menghampiri. Dia pikir gadis itu mungkin perlu pertolongan. Tanpa pikir panjang ia langsung beranjak dari duduknya dan menghampiri Nia yang sedang duduk kebingungan. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba ia ingin menolong. Bertanya apa yang terjadi. Seperti ada sesuatu yang membuat hatinya tergerak.

Kevin memandang wajah Nia sekilas. Entah kenapa hatinya berdesir saat tatapan mereka saling terpaut. Sesaat ia bingung menata kalimat yang ingin ia katakan. Ia melihat pelipis gadis itu berkeringat,mungkin karena terlalu lelah berjalan dari tadi. 

“ Memangnya alamat rumahmu dimana?” tanya Kevin selanjutnya.

Bersambung..

Thursday, August 10, 2017

Hati yang Memintaku Menanti (Season 2)

gambar Via pixabay.com

Dian terkikik mendengar pengakuan Nia. Rupanya hanya masalah itu yang di pikirkan sahabatnya. Nia memang suka melebih-lebihkan sesuatu. “ Tentu saja. Memangnya kalian sudah tidak bertemu berapa abad?” Dian kembali tertawa.
Nia melemparkan bantalnya dengan gemas ke arah Dian. Bagus. Di saat begini dia masih bisa tertawa. “ Oh,, oh.. Lucu sekali.” Nia cemberut.
“ Tak kan banyak yang berbeda dalam lima tahun. Kamu masih seperti Nia yang dulu. Kevin juga begitu. Jangan pikirkan hal-hal konyol lagi. Tidak lama lagi kamu juga akan bertemu dengan Kevin.” Kata Dian sembari membantu merias wajah Nia.
Nia memandang bayangan dirinya di cermin. Wajah cantiknya terpantul disana. Ia menyunggingkan senyumnya. tampak lesung di pipi sebelah kanan dan giginya yang terlihat berderet putih rapi. Rambutnya yang hitam panjang ia biarkan tergerai. Setelahnya semua siap, Nia mengendarai mobilnya menuju ke sebuah kafe tempat ia dan Kevin sepakat bertemu.
Ia datang lebih awal, Kevin belum terlihat diantara pengunjung yang memadati area kafe malam ini. Nia memilih duduk di bangku yang tidak terlalu jauh dari pintu. Ia berpikir akan mudah menemukan sosok kevin dan langsung menyadari kehadiran Kevin jika pria itu datang.
suasana kafe tampak ramai di penuhi oleh para pasangan lainnya. Matanya menyapu seluruh ruangan itu. Para pelayan dengan teliti mencatat pesanan dan ada juga yang bolak-balik membawa makanan atau pun gelas-gelas kosong bekas pengunjung. Ia belum memesan apa pun. Hanya menimbang-nimbang beberapa pilihan menu dan sibuk mencari sosok Kevin.
Tak lama setelah itu, seorang pria dengan kemeja biru muda menghampiri tempat duduknya. Pria itu Kevin. Nia masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Seseorang yang akhir-akhir ini hanya bisa ditemuinya dalam mimpi. Ia hanya bisa menyapa bayangan Kevin dalam malam-malam panjangnya. Dalam derai air matanya yang memuncak saat merindukan sosok itu.
Kini wajah di depannya itu Kevin. Wajah tampan itu dengan senyum yang selalu ia rindukan. Senyum yang selalu dapat membuatnya nyaman dan mendamaikan hatinya. Pria itu seolah berbisik bahwa segalanya akan baik-baik saja
“ Hai, Nia.” Kevin menggeser kursi ke belakang dan duduk di depan Nia. Mata Kevin terpaku pada mata Nia begitu pula sebaliknya. Mereka berdua berpandangan merasakan waktu yang seolah terhenti.
“Hai, Kev..” Nia membalas sapaan Kevin. Gugup menyelimuti wajah cantiknya hingga pipinya bersemu merah.
Mereka tertawa atas kecanggungan satu sama lain. Sesaat saling melirik lalu tertawa kecil. Ada perasaan aneh yang tak kunjung hilang. Rasa aneh yang menyenangkan. Yang membuat mereka tiba-tiba gugup dan bingung harus memulai pembicaraan. Rasa yang sama seperti saat bertemu pertama kali.
Nia masih ingat pertemuan pertamanya dengan Kevin. Ia tidak akan pernah lupa saat itu. Nia yakin Kevin juga masih mengingatnya. Menyimpan baik-baik kenangan indah itu dalam otak bahkan di hati.
***
Minggu yang menyenangkan. Pagi itu langit nampak cerah. Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Hawa dingin terasa menusuk sampai ke tulang membuat sebagian orang kembali merapatkan selimut mereka terlelap dalam mimpi.
Nia berjalan-jalan pagi mengitari kompleks. Ia pergi ke rumah Dian yang terletak tak begitu jauh dari rumahnya. Ia bersenandung kecil di setiap langkah kakinya. Kepalanya sedikit menengadah ke atas bernapas menghirup udara pagi dalam-dalam.
“ Diannya ada, tante?” tanya Nia begitu melihat mama Dian di teras rumah.
“ Dian masih tidur. Masuk aja ke kamarnya.” Kata tante Devi ramah. Nia masuk dan langsung ke kamar Dian.
Ia melihat Dian yang masih bergelung dengan selimut. “ Dian banguun.” Nia berteriak kemudian refleks menutup mulut saat sadar kalau ini bukan rumahnya. Ups!
“ Dian, Bangun dong. Udah pagi nih.” Ia setengah berbisik di telinga Dian. Dian tidak beranjak bangun,hanya menggosok-gosok telinganya sambil bergumam tak jelas.
“Eh, Nia.” Dian seperti tersadar dengan mata sipit,Nia senang. “Hei Nia.” Sapa Dian
“Hai.” Nia balas menyapa sambil melambaikan tangan dengan kening berkerut tak mengerti.
“Ah, tapi mana mungkin Nia disini. Aku pasti cuma mimpi.” Dian melanjutkan tidurnya kembali. Kali ini ia menutup kepalanya dengan bantal dan semakin merapatkan selimutnya. Ia merasa hawa pagi ini dingin sekali. Seperti pagi-pagi sebelumnya. Setiap pagi memang sangat dingin untuk Dian.

Nia menepuk lengan Dian, tapi tetap tak bangun juga. Setelah berbagai macam usaha dilakukan untuk membangunkan Dian gagal. Ia menyerah lalu segera berpamitan pada tante Devi. Nia memilih berjalan-jalan pagi sendiri.
Ia masih sedikit kesal pada Dian. Anak itu kebiasaan bangun siang. Ia jadi tidak punya teman untuk jalan-jalan pagi. Tidak enak berjalan-jalan sendiri. Tidak ada teman berbincang sembari kakinya yang berjalan. Hari juga sudah mulai siang. Tidak sepagi waktu ia meninggalkan rumah. Ia jadi tampak lesu. Padahal sejak keluar dari rumah ia sangat bersemangat.
Beberapa orang masih berjalan-jalan pagi di sekitarnya. Ada kakek-kakek tua bersama cucu perempuannya. Ada nenek bersama kakek, dan ibu-ibu yang menggandeng anaknya. Ada juga pasangan muda yang saling berjalan bergandengan tangan. Nia senang kebanyakan warga di perumahan ini memiliki kebiasaan hidup sehat. Ia tersenyum pada mentari yang muncul meski sedikit menyilaukan matanya. Ia kembali bersemangat.
Di tegapkan langkahnya. Mulai serius berjalan. Tidak seperti saat memikirkan rencananya yang gagal mengajak Dian jalan-jalan pagi bersama. Ia kembali bersemangat dan besenandng kecil. Ia pikir hari minggu harus di manfaatkan dengan baik. Tidak Cuma berdiam diri di kamar menghabiskan waktu untuk tidur.
Nia tidak menyadari kalau dirinya terlalu jauh berjalan. Ia tidak terlalu mengerti daerah itu. Ia dan keluarganya belum lama pindah. Jujur saja ia bahkan belum tahu nama-nama tetangganya atau pun wajah-wajah mereka semua. Satu-satunya tetangga yang akrab hanya keluarga tante Devi. Itu pun karena mereka memiliki anak yang seumuran dengannya.

Ia berusaha mengingat-ingat mencari jalan keluar. Memutar otaknya berpikir,tapi selalu kembali ke tempat yang sama. Rasanya ia hanya berputar-putar di tempat itu seperti terjebak di jalan buntu. 

Bersambung..

Tuesday, August 8, 2017

Hati yang Memintaku Menanti

gambar Via pixabay.com


Saat hadirmu hanya sebuah bayang-bayang
Aku memilih tuk tetap memeluk bayang itu
Tak akan pernah kutukarkan cintaku
K & N

Sore itu Nia merasa dirinya terbang ke awan. Sore yang sangat indah di matanya. Tapi lebih indah lagi kalau tidak ada sore. hari ini saja ia berharap tidak ada sore. Nia ingin secepatnya malam datang. Ia akan bertemu dengan orang istimewa malam nanti. Seseorang yang sudah lama mendiami hatinya.
Ia sibuk memilih gaun. Dari tadi tubuhnya berputar-putar di depan kaca. Mematut-matutkan baju ke tubuhnya. Ia merasa tak ada satu pun baju yang cocok. Heran. Bagaimana mungkin ia tidak berselera dengan semua baju yang ada di lemarinya. Semuanya tampak biasa. Ia ingin terlihat beda malam ini. Kelihatan lebih cantik dan anggun.
Tiba-tiba Hp Nia berbunyi. Dari Dian sahabatnya, buru-buru ia angkat. Ia pasti membutuhkan bantuan Dian. Suasana hatinya begitu campur aduk saat ini. Ia meletakkan Hp ke telinga kanannya dengan wajah yang menyungging senyum.
“ Hallo.” Suara Nia antusias. “Dian, Kevin pulang. Malam ini dia ngajak aku dinner.” Langsung saja Nia berbicara ke pokok persoalan. Ia tidak punya waktu untuk berbasa-basi.
“ Oh ya? selamat ya. Wah, ada yang gugup nih.”
“ Banget. Aku bingung mau pakai apa ya?”
“ Pakai bajulah, Non.” Dian tertawa di seberang.
“ Yee, tahulah. Maksud aku baju apa?” Nia merengut sebal. Bibirnya manyun mendengar candaan Dian, meskipun saat ini Dian juga tidak bisa melihat ekspresi wajah Nia.
“ Ya udah deh. Aku bantuin siapin Tuan Putri ya. Aku ke rumah kamu deh.” Katanya bersemangat. “ Hmm, hitung-hitung amal bantuin temen. Padahalkan aku sendiri masih jomblo. Ho ho ho.” Lanjut Dian dengan gaya pura-pura menangis lalu kemudian tertawa.
“ Ha ha ha. Ya udah, cepetan kesini. Jangan lama.” Ancam Nia sebelum menutup teleponnya.
Kehadiran Dian di kamar itu tidak hanya untuk memabntu Nia memilihkan baju, tapi juga hal-hal lainnya. Mereka berbincang-bincang di sela kesibukan itu. Terutama tentang Kevin.
“ Kevin udah lulus kuliah ya?” tanya Dian saat membantu memilih baju-baju dari dalam lemari.
“ Iya.” Jawab Nia senang.
Tatapannya memudar. Ia jadi melamun. Saat-saat tanpa Kevin adalah saat terberat dalam hidupnya. Ia masih teringat jelas. Peristiwa itu seperti rekaman yang tak mampu dihapus. Tak dapat dibuang begitu saja.
Saat ia harus melepaskan Kevin pergi. Saat itu ia tak bisa membendung air matanya. Kevin berulang kali menyeka air mata itu agar tidak jatuh dan bergulir di pipi. Matanya sembap.
Kevin memeluknya erat Sebelum akhirnya pergi menyisakan derik langkah. Menyisakan aroma parfum yang tertempel di baju Nia untuk beberapa saat. Tangis Nia pecah tak terbendung. Dian menepuk pundaknya khawatir, lalu mereka berdua pergi dari tempat itu tanpa sepatah kata pun. Dirinya seperti patung beku. Dian masih tak melepaskan tangannya dari bahu Nia. Sesekali air mata Nia kembali bergulir. Ia tahu matanya pasti memerah, tapi ia tidak peduli. Kevin pergi. Hanya itu yang bisa tertangkap dalam pikirannya.
Hari-hari berikutnya menjadi hari yang terberat bagi Nia. Ia harus menjalani kehidupannya tanpa Kevin. Ia tak terbiasa dengan ketidak hadiran pria itu . Selama ini Kevin selalu di sampingnya. Menemaninya. Membantunya apa saja. Kevin pria yang baik.
Pria itu biasa menghibur hatinya yang sedih. Mengusap air matanya. Setiap kata yang keluar dari mulut Kevin bagaikan telaga yang menyejukkan dan Nia sangat menyukai cara pandang pria itu dalam menghadapi setiap masalah. Mengagumi pola pikirnya yang dewasa. Ia sudah terbiasa dengan Kevin di sampingnya. Semua akan baik-baik saja jika ada pria itu di sebelahnya.
Kevin. Hanya nama itu yang selalu tersemat di hati Nia. Ia tidak bisa melupakan bayangan sosok itu. Pria itu meninggalkan bayang-bayang untuk Nia meski mereka jauh terpisah. Tapi bayangan selalu berkutat pada hari-hari Nia.
“ Hei, kok melamun? Dian menyadarkannya kembali ke dunia nyata. Ia memberikan baju pilihannya pada Nia.
Sesaat Nia kaget lalu tak lama setelah itu menerima baju-baju dari tangan Dian. Ia mematut-matutkan dirinya di cermin. Memilih baju yang paling sesuai untuk malam spesial ini.
“Ada apa? gugup ya?” tanya Dian saat melihat Nia lebih pendiam dari biasanya. Ini tidak seperti Nia yang dikenalnya. Yang cerewet dalam segala hal bahkan bisa lebih cerewet darinya.

“Sedikit.” Jawab Nia jujur. “ Seperti apa wajah Kevin sekarang? apa aku masih akan mengenalinya,dan..apa dia mengenaliku?” matanya menerawang.

Bersambung..

Wednesday, August 2, 2017

Teka-Teki

gambar Via pixabay.com


Sekarang,,

 Aku ingin bangun dari mimpi

Mimpi indah itu tidak layak untukku

Mimpi indah hanya membuatku kembali tertidur

Aku ingin bangun

Kini aku tahu semuanya

Pecahan puzle itu sudah kugabungkan

Meski hasilnya menyakitkan

Seperti remukan kaca yang tertata, tapi meluruh kembali

Serpih-serpihnya mengenaiku

Ada luka yang menganga

Tapi tak ada pertanyaan lagi kini

Semua sudah terjawab dan usai