gambar
Via pixabay.com
Dian terkikik mendengar pengakuan Nia. Rupanya hanya masalah itu
yang di pikirkan sahabatnya. Nia memang suka melebih-lebihkan sesuatu. “ Tentu
saja. Memangnya kalian sudah tidak bertemu berapa abad?” Dian kembali tertawa.
Nia melemparkan bantalnya dengan gemas ke arah Dian. Bagus. Di saat
begini dia masih bisa tertawa. “ Oh,, oh.. Lucu
sekali.” Nia cemberut.
“ Tak kan banyak yang berbeda dalam lima tahun. Kamu masih seperti
Nia yang dulu. Kevin juga begitu. Jangan pikirkan hal-hal konyol lagi. Tidak
lama lagi kamu juga akan bertemu dengan Kevin.” Kata Dian sembari membantu
merias wajah Nia.
Nia memandang bayangan dirinya di cermin. Wajah cantiknya terpantul
disana. Ia menyunggingkan senyumnya. tampak lesung di pipi sebelah kanan dan
giginya yang terlihat berderet putih rapi. Rambutnya yang hitam panjang ia
biarkan tergerai. Setelahnya semua siap, Nia mengendarai
mobilnya menuju ke sebuah kafe tempat ia dan Kevin sepakat bertemu.
Ia datang lebih awal, Kevin
belum terlihat diantara pengunjung yang memadati area kafe malam ini. Nia
memilih duduk di bangku yang tidak terlalu jauh dari pintu. Ia berpikir akan
mudah menemukan sosok kevin dan langsung menyadari kehadiran Kevin jika pria
itu datang.
suasana kafe tampak ramai di penuhi
oleh para pasangan lainnya. Matanya menyapu seluruh ruangan itu. Para pelayan
dengan teliti mencatat pesanan dan ada juga yang bolak-balik membawa makanan
atau pun gelas-gelas kosong bekas pengunjung. Ia belum memesan apa pun. Hanya
menimbang-nimbang beberapa pilihan menu dan sibuk mencari sosok Kevin.
Tak lama setelah itu, seorang
pria dengan kemeja biru muda menghampiri tempat duduknya. Pria itu Kevin. Nia
masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Seseorang yang akhir-akhir ini
hanya bisa ditemuinya dalam mimpi. Ia hanya bisa menyapa bayangan Kevin dalam
malam-malam panjangnya. Dalam derai air matanya yang memuncak saat merindukan
sosok itu.
Kini wajah di depannya itu Kevin.
Wajah tampan itu dengan senyum yang selalu ia rindukan. Senyum yang selalu
dapat membuatnya nyaman dan mendamaikan hatinya. Pria itu seolah berbisik bahwa
segalanya akan baik-baik saja
“ Hai, Nia.” Kevin menggeser kursi ke belakang dan duduk di depan Nia.
Mata Kevin terpaku pada mata Nia begitu pula sebaliknya. Mereka berdua
berpandangan merasakan waktu yang seolah terhenti.
“Hai, Kev..” Nia membalas sapaan Kevin. Gugup menyelimuti wajah cantiknya
hingga pipinya bersemu merah.
Mereka tertawa atas kecanggungan
satu sama lain. Sesaat saling melirik lalu tertawa kecil. Ada perasaan aneh
yang tak kunjung hilang. Rasa aneh yang menyenangkan. Yang membuat mereka
tiba-tiba gugup dan bingung harus memulai pembicaraan. Rasa yang sama seperti
saat bertemu pertama kali.
Nia masih ingat pertemuan pertamanya
dengan Kevin. Ia tidak akan pernah lupa saat itu. Nia yakin Kevin juga masih
mengingatnya. Menyimpan baik-baik kenangan indah itu dalam otak bahkan di hati.
***
Minggu yang menyenangkan. Pagi itu
langit nampak cerah. Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Hawa dingin
terasa menusuk sampai ke tulang membuat sebagian orang kembali merapatkan
selimut mereka terlelap dalam mimpi.
Nia berjalan-jalan pagi mengitari
kompleks. Ia pergi ke rumah Dian yang terletak tak begitu jauh dari rumahnya.
Ia bersenandung kecil di setiap langkah kakinya. Kepalanya sedikit menengadah
ke atas bernapas menghirup udara pagi dalam-dalam.
“ Diannya ada, tante?” tanya Nia begitu melihat mama Dian di teras rumah.
“ Dian masih tidur. Masuk aja ke kamarnya.” Kata tante Devi ramah.
Nia masuk dan langsung ke kamar Dian.
Ia melihat Dian yang masih bergelung dengan selimut. “ Dian
banguun.” Nia berteriak kemudian refleks menutup mulut saat sadar kalau ini
bukan rumahnya. Ups!
“ Dian, Bangun dong. Udah pagi nih.” Ia setengah berbisik di telinga Dian.
Dian tidak beranjak bangun,hanya menggosok-gosok telinganya sambil bergumam tak
jelas.
“Eh, Nia.” Dian seperti tersadar dengan mata sipit,Nia senang. “Hei
Nia.” Sapa Dian
“Hai.” Nia balas menyapa sambil melambaikan tangan dengan kening
berkerut tak mengerti.
“Ah, tapi mana mungkin Nia disini. Aku pasti cuma mimpi.” Dian
melanjutkan tidurnya kembali. Kali ini ia menutup kepalanya dengan bantal dan
semakin merapatkan selimutnya. Ia merasa hawa pagi ini dingin sekali. Seperti
pagi-pagi sebelumnya. Setiap pagi memang sangat dingin untuk Dian.
Nia menepuk lengan Dian, tapi
tetap tak bangun juga. Setelah berbagai macam usaha dilakukan untuk
membangunkan Dian gagal. Ia menyerah lalu segera berpamitan pada tante Devi.
Nia memilih berjalan-jalan pagi sendiri.
Ia masih sedikit kesal pada Dian.
Anak itu kebiasaan bangun siang. Ia jadi tidak punya teman untuk jalan-jalan
pagi. Tidak enak berjalan-jalan sendiri. Tidak ada teman berbincang sembari
kakinya yang berjalan. Hari juga sudah mulai siang. Tidak sepagi waktu ia
meninggalkan rumah. Ia jadi tampak lesu. Padahal sejak keluar dari rumah ia
sangat bersemangat.
Beberapa orang masih berjalan-jalan
pagi di sekitarnya. Ada kakek-kakek tua bersama cucu perempuannya. Ada nenek
bersama kakek, dan ibu-ibu yang menggandeng anaknya. Ada juga pasangan muda
yang saling berjalan bergandengan tangan. Nia senang kebanyakan warga di
perumahan ini memiliki kebiasaan hidup sehat. Ia tersenyum pada mentari yang
muncul meski sedikit menyilaukan matanya. Ia kembali bersemangat.
Di tegapkan langkahnya. Mulai serius
berjalan. Tidak seperti saat memikirkan rencananya yang gagal mengajak Dian
jalan-jalan pagi bersama. Ia kembali bersemangat dan besenandng kecil. Ia pikir
hari minggu harus di manfaatkan dengan baik. Tidak Cuma berdiam diri di kamar
menghabiskan waktu untuk tidur.
Nia tidak menyadari kalau dirinya
terlalu jauh berjalan. Ia tidak terlalu mengerti daerah itu. Ia dan keluarganya
belum lama pindah. Jujur saja ia bahkan belum tahu nama-nama tetangganya atau
pun wajah-wajah mereka semua. Satu-satunya tetangga yang akrab hanya keluarga
tante Devi. Itu pun karena mereka memiliki anak yang seumuran dengannya.
Ia berusaha mengingat-ingat mencari
jalan keluar. Memutar otaknya berpikir,tapi selalu kembali ke tempat yang sama.
Rasanya ia hanya berputar-putar di tempat itu seperti terjebak di jalan buntu.
Bersambung..