Search This Blog

Saturday, September 10, 2016

Alunan Rindu untuk Sahabatku

gambar Via simpleeboy.blogspot.co.id

Sore yang kelabu menyeretku tergesa-gesa memasuki sebuah rumah sakit. Pikiranku kacau dan masih tak percaya dengan berita yang baru kudengar beberapa saat lalu. Meli sahabatku masuk ke ruang UGD karena terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang.
Sulit rasanya mempercayai keadaan ini. Sejak 10 tahun persahabatan kami, Meli tidak pernah melakukan hal semacam ini. Kepalaku terasa berputar seperti ada kunang-kunang yang mengerubungiku.
Rasanya baru kemarin aku berbincang dengannya di sebuah kafe. Melakukan hal yang dulu sering kami lakukan. Ingatanku kembali tertuju di tempat terakhir kali kami bertemu.
***
Suasana kafe tampak lengang. Hanya ada beberapa meja yang sudah terisi. Kami memilih duduk di bangku agak jauh dari pengunjung lain supaya bisa leluasa berbincang-bincang.
Sudah dua bulan kami tidak bertemu. Rasanya banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan padanya. Juga pasti sebaliknya. Aku memperhatikan perubahan penampilan Meli yang lebih kurus dari sebelumnya.
“Mel, kamu melamun?” Tanyaku curiga. Sejak tadi aku sibuk menceritakan tentang kegiatanku akhir-akhir ini. Tapi Meli hanya diam. Raganya memang sedang di depanku,tapi rasanya jiwanya tidak bersamaku saat ini.
“Dari tadi aku mendengarkanmu. Ayo lanjutkan lagi,terus gimana?” tanyanya antusias.
Kupikir tadi hanya perasaanku saja. Aku pun melanjutkan ceritaku dan menodong cerita darinya. Apa saja yang ia lakukan selama ini sehingga jarang menghubungiku. Kami asyik berbincang dan tertawa bersama. Mengenang kembali saat-saat indah yang pernah terlewati.
Tiba-tiba saja aku mendengar lagu itu diputar. Lagu kesukaan kami. aku dan Meli sering menyanyikannya bersama. Mendengar lagu itu Meli menggerakkan bibirnya menyumbang suara, aku pun ikut bernyanyi.
***
Sayup-sayup lagu yang sama mengiringi langkahku. Kakiku nyaris membeku begitu sampai dipintu UGD. Sekuat tenaga kutopang tubuhku agar tidak jatuh.
“Mel, Kamu kenapa?” suaraku tercekat. Bulir air mata jatuh disela kekhawatiranku.
“Bagaimana keadaan Meli, dokter?” tanyaku panik begitu melihat dokter keluar dari pintu UGD.
“Pasien masih belum sadarkan diri.” Jawab dokter tenang. Pria berseragam putih itu perlahan meninggalkanku.
Aku menutup mulutku dengan tangan. Kaget bercampur bingung. Kulihat mama Meli duduk di kursi tunggu sambil terus menyeka air mata yang jatuh. Ia berusaha bangkit, tapi aku segera berlari ke arahnya.
“Meli belum sadar,tante.” Kataku hati-hati dan memeluk tubuh wanita renta itu.
Dengan terisak ia menceritakan semuanya padaku. Tentang masalah yang dihadapi dan perubahan sikap Meli. Hingga akhirnya ia menemukan Meli tak sadarkan diri dengan mulut berbusa di kamarnya.
Aku bahkan tak kuat lagi menahan sesak ini saat mendengar Meli menderita kanker darah stadium lanjut. Kami berdua menangis bersama. Meli tidak pernah menceritakan masalahnya. Aku mungkin tidak bisa membantu, tapi setidaknya ia punya teman untuk berbagi.
***
Aku memelankan langkah kaki,hati-hati mendekati sisi ranjang. Mama Meli Masih menemani putrinya yang terbaring lemah. Ia menoleh merasakan kedatanganku. Wanita itu pasti terlalu lelah untuk menangis, kulihat lingkaran hitam di kedua matanya. Ia tersenyum padaku dan meninggalkan kami berdua.
Tak terasa sudah seminggu sejak pertama kali aku mendengar kabar itu. Meli belum juga sadar. Ia koma. Lagu yang sama masih menemaniku. Aku pun menemaninya. Setia menunggu disini. Aku akan tetap disini.