Search This Blog

Wednesday, October 25, 2017

Seandainya.. Satu Waktu Ingin Kuputar Kembali (Season 3)


Aku tidak bisa melakukan itu karena khawatir konsentrasiku akan pecah. Kami bertengkar hebat siang itu. Dengan berapi-api kukatakan kalau dia egois dan tidak bisa memahamiku. Tak ada yang mau mengalah di antara kami dan suasananya semakin memanas.

“Kamu bisa mencari wanita lain kalau kamu memang tidak sabar menungguku.” Kukatakan itu dengan angkuh. Kata-kata yang kusesali dalam hidupku.

Ia pergi setelah mendengar itu. Begitu saja menjauh dari kehidupanku. Aku selalu menunggunya kembali, tapi itu tak kan pernah terjadi.

Aku sudah menyakiti hati seseorang yang mencintaiku dan sangat kucintai. Tapi aku tidak bisa merubah sesuatu yang sudah terjadi. Peristiwa itu membuahkan penyesalan yang panjang. Membuatku semakin tenggelam dalam keputus asaan dan tak henti menyalahkan diriku sendiri.
***

Aku masih terduduk disini. Terlalu kaget untuk berkata-kata. Tanganku masih menggenggam surat undangan yang bertuliskan namanya, tapi tak ada namaku di sebelahnya. Nama wanita lain yang tak kukenal memantik cemburu di hatiku.

Andai Waktu Bisa Kuputar Kembali

Aku tidak Mau mengucapkan kalimat itu. Aku tidak akan menyakiti hatinya yang berujung sakit lebih dalam di hatiku. Andai dia tahu aku menyesal. andai dia tahu aku begitu mencintainya. Maukah dia memaafkaanku. Tapi apakah semuanya sudah terlambat?

Andai Waktu Dapat Kuputar Kembali

Aku rela melakukan apa saja untuk mengembalikan semuanya. Supaya kami dapat bersama lagi dan saling mencintai. Aku bahkan rela mencopot gelar yang telah kusandang. Apa arti semua ini tanpa ada dia di sampingku?

Tangisku pecah. Bongkah ketegaranku meluruh menjadi serpihan air mata yang telah menganak sungai. Aku menyesal. Sungguh,aku menyesal.

Andai Waktu Bisa Kuputar Kembali

Andai saja itu itu mungkin,aku akan menjadi orang yang paling bahagia. Andai waktu bisa kuputar kembali. Tak kan kuulangi kesalahan yang sama. Aku berjanji tidak akan menyakitinya. Sungguh. Seandainya bisa.. satu waktu ingin kuputar kembali. 

Tamat

Monday, October 23, 2017

Seandainya.. Satu Waktu Ingin Kuputar Kembali (Season 2)


Perlahan aku menggeleng. Ku tutup kotak itu kembali dan menggeserkan ke arahnya. Aku meraih tangannya lalu meletakkan kotak kecil itu di atas telapak tangan dan mengatupkan jari-jemarinya.

Sesaat dia kaget dengan reaksiku. Aku tersenyum dan mengatakan. “Aku mendapatkan beasiswa S2 dan tidak ingin melewatkan kesempatan itu begitu saja.”

Dia tersenyum tak percaya lalu memberiku ucapan selamat. Ia kemudian memelukku erat. Aku tahu,ndia orang yang akan bahagia melihatku bahagia. Malam itu aku berjanji setelah ini aku akan dengan senang hati menikah dengannya.
***
Tahun-tahun aku berkutat pada bidang studiku. ia masih dengan setia di sampingku. Penuh kesabaran membantuku melewati masa-masa sulit terutama pada saat aku menyelesaikan tesisku.

Aku lulus tepat waktu dengan prestasi gemilang. Tentu saja tidak lepas dari bantuannya. Aku tahu dia satu-satunya pria baik yang tak akan kutemui lagi di dunia ini. Aku pun tahu dia sangat mencintaiku dan aku selalu yakin dia tak kan pernah meninggalkanku. Karena pikiran bodoh itulah awal dari seluruh petaka ini.
***

Setelah acara wisudaku ia menagih janji yang pernah kuucapkan untuk menikah. Aku dengan tegas menolak karena aku mendapatkan tawaran S3. Aku mengungkapkan itu dengan suka cita seperti aku mendapatkan beasiswa S2 dulu. Tapi ternyata sikapnya jauh berbeda dari perkiraanku. Tidak ada ucapan selamat. Tidak ada pelukan. Ia sama sekali tidak tersenyum mendengar itu.

Kukatakan padanya aku tidak akan menolak tawaran itu. Ini kesempatan langka yang mungkin tak kan terjadi lagi dalam hidupku. Dulu aku harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan beasiswa S2ku. Ia hanya bilang aku bisa melanjutkan studiku meski telah menikah. Tak bisa kusembunyikan rasa kecewaku padanya. Hatiku sakit. Untuk pertama kalinya aku merasa dia tidak mendukungku.

Bersambung..


Saturday, October 21, 2017

Seandainya.. Satu Waktu Ingin Kuputar Kembali


Aku masih memperhatikan jam dinding yang bertengger kokoh di ruang tengah. Mataku terpaku pada jarum kecil yang bergerak maju setiap detiknya. Hanya berputar-putar namun mampu menenggelamkanku.
Aku masih tetap disini. Tak ingin bergeming dari dudukku. Ku sandarkan kepala ku di kursi keras ini. Memang terasa tidak nyaman,tapi aku tak peduli.
Kupejamkan mataku. Bayang-bayang berkelebat. Hatiku menggerimis bila mengingat masalalu. Masalalu bagiku seharusnya tidak untuk dikenang.
Memang benar penyesalan selalu datang di akhir. Andai waktu bisa kuputar kembali. Aku berjanji akan merubah semuanya. Peristiwa itu masih membayangiku. Satu kejadian yang kusesali sepanjang hidup ini.
Sepuluh tahun yang lalu, saat umurku masih 20 tahun. Seseorang mengajakku menikah. Aku menolaknya.
Masih teringat jelas saat itu. Kami sedang duduk di taman kota. Beristirahat di bawah pohon rindang setelah lelah berjalan di pagi hari.
“Aku sudah diwisuda sekarang dan berhasil memperoleh pekerjaan. Bagaimana kalau kita menikah?” Ungkapnya padaku dengan cara bicara yang gugup.
Aku kaget lalu tertawa kecil. “ Aku masih kuliah.” Jawabku santai.
“Aku tidak meminta menikah sekarang. Mungkin beberapa tahun lagi?” Ia masih berusaha untuk menjelaskan padaku bahwa menikah bukan hal yang buruk dan aku tak perlu mengkhawatirkan apa pun.
Aku hanya mengangguk, tapi tidak sepenuhnya memasukkan rencana itu dalam pikiranku. Kurasa aku masih terlalu muda untuk memikirkan hal semacam itu. Aku punya daftar hal lain yang harus kulakukan sebelum aku memutuskan menikah.
***
Tahun-tahun berjalan dan kami masih melewatinya bersama. Tak ada yang berubah. Dia selalu di samping ku saat suka maupun duka. Aku senang dengan kebersamaan kami, tapi aku belum ingin menikah.
***
Aku duduk di depan meja yang dihiasi lilin dan aneka hidangan mewah. Kami duduk berhadapan beratapkan langit malam. Bulan dan bintang ikut memeriahkan suasana malam itu. Itu adalah malam teromantis yang pernah terjadi dalam hidupku, meski aku terlambat menyadarinya.
Saat itu usiaku 25 tahun. Ia kembali mengutarakan ajakannya dulu. Matanya tak lepas menatap ke arahku.

“ Kamu sudah lulus kuliah. Kita sama-sama telah bekerja. Kurasa Kita sudah memasuki waktu yang tepat untuk menikah. Bagaimana menurutmu?” ia kembali menanyakan pendapatku. Kali ini dengan sebuah kotak kecil yang terbuka dan aku bisa melihat cincin di dalamnya.

Bersambung..