Ranti
Saat itu awan putih masih
menyelimuti langit. Mentari malu-malu menampakkan sinarnya yang mulai redup, begitu
bersahabat tak menunjukkan jilatan apinya seperti yang biasa dilakukan pada
siang hari. Saat itu seorang gadis sedang duduk gelisah di bangku taman. Ia
sedang menunggu seseorang.
Gadis cantik bernama Ranti itu tampak gusar. Keningnya
beberapa kali berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesekali ia beranjak
dari duduknya. Berjalan mondar-mandir di depan bangku itu dengan langkah perlahan
lalu duduk kembali menghempaskan tubuhnya ke bangku,tanpa sadar sepasang burung
di dahan pohon memperhatikannya.
Ranti membuang napas perlahan
kemudian menarik napasnya dalam-dalam. Menghirup udara sore di taman asri itu
dan memasukkannya ke dalam paru-paru. Ia menyibakkan rambut panjangnya ke
belakang lalu mengatupkan tangan di wajahnya. Pikirannya begitu penat. Hatinya
telah lelah dengan semua sandiwara ini. Ia tidak bisa selamanya membohongi
dirinya sendiri.
Ranti berusaha menenangkan dirinya.
Ia menata napasnya menjadi lebih teratur. Sesekali ia menarik napas panjang dan
membuangnya lalu mengulangi hal itu sampai beberapa kali supaya batinnya bisa
lebih santai. Ia melirik jam tangan yang terpasang di lengan kanannya. Waktu
menunjukkan pukul 03.45 WIB. Kurang 15 menit dari perjanjian mereka bertemu.
Menunggu memang pekerjaan
membosankan. Waktu seolah bermalas-malas untuk bergerak. Jarum kecil penunjuk
detik itu seakan mempermainkan Ranti dengan tidak berpacu cepat seperti biasa.
Ia belum lama berada di taman itu. Tapi rasanya telah berabad-abad ia duduk di
situ. Ia menggeser posisi duduknya kembali. Sejak tadi ia merasa tak nyaman.
Sesekali ia berdiri lalu duduk kembali dan begitu seterusnya. Pandangannya jauh
menatap ke depan. Menembus keramaian pengunjung lain. Mencari-cari sosok yang
tengah di tunggunya.
Ranti memang sedang menunggu
seseorang. Ranto. Kekasihnya. Pria dengan senyum khas yang dulu membuat Ranti
tergila-gila. Dulu ia begitu memuja pria itu. Sekarang entah kemana perasaan
itu. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk menjaga cinta dan tanpa Ranti
sadari cinta itu hilang meninggalkannya. Mungkin ia lengah saat itu, tapi kini
Ranti tidak peduli cinta itu hilang. Biarlah kalau cinta itu memang hilang. Ia
tidak ingin mempertahankan apa pun.
Dulu menunggu Ranto membuat
jantungnya berdebar. Perasaannya bahagia diliputi oleh bunga-bunga cinta. Waktu
juga terasa berhenti. Terasa lama sekali menunggu seorang kekasih tiba. Tapi
kini berbeda. Waktu melambat karena alasan berbeda. Jantungnya berdebar-debar
juga karena alasan yang berbeda. Kini tak ada lagi perasaan bahagia.
Perasaannya selalu kosong. Hampa.
Bahkan saat Ranto berada di sampingnya berjalan bersisian sambil menggandengnya
mesra. Ia tidak merasakan apa yang dulu ia rasa. Perasaan bahagia itu
menghilang. Cintanya telah hilang. Menguap begitu saja bahkan tak ada sisa
cinta di hatinya.
Setiap mereka berjalan bersama
selalu ada orang-orang yang melirik. Terutama perempuan-perempuan seumurannya
yang menatap iri. Mereka selalu menjadi pusat perhatian. Mungkin karena
terlihat sebagai pasangan serasi. Ranto yang menggandeng tangannya adalah pria
berbadan tinggi tegap dengan senyum yang akan membuat setiap perempuan
terpesona saat melihatnya. Kekasihnya itu adalah idola gadis-gadis semasa SMA.
Dia adalah putri beruntung yang mendapatkan pangeran. Begitu kata
teman-temannya dulu.
Dulu ia memang merasa paling
beruntung. Tapi sekarang ia malah bertanya pada dirinya sendiri. Beruntung itu
yang seperti apa? apakah mendapatkan Ranto adalah sebuah keberuntungan yang
terjadi dalam hidupnya? tapi kenapa tidak ada perasaan bahagia? kenapa cinta
tidak bisa menetap selamanya di hatinya?
No comments:
Post a Comment