Search This Blog

Monday, November 16, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 6)

Via google.co.id

Pertanyaan itu masih terkurung dalam pikirannya. Berputar dan menari-nari membuatnya pusing memikirkan itu. Ranti memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Berusaha menghilangkan pertanyaan-pertanyaan itu. Membuangnya jauh-jauh meski ia tidak yakin pikiran itu akan terbuang dan tidak menyisakan apa pun di kepalanya.
Ranti menengadahkan kepalanya ke langit biru. Ia melihat burung-burung terbang rendah di sana. Sepasang burung yang sejak tadi memperhatikannya dari dahan pohon ikut terbang rendah menuju langit biru yang tengah di tatap Ranti. Ranti tersenyum melihat sepasang burung kecil saling berkejaran. Seolah ia bisa merasakan burung-burung itu bersenandung riang. Ia iri dengan sepasang burung yang tampak rukun itu.
Pikirannya jadi beralih pada Ranto. Mereka berdua juga sangat rukun. Ranto pria yang baik dan penyabar. Pria itu selalu mengalah di setiap pertengkaran yang terjadi. Mereka tidak pernah bertengkar hebat. Selalu ada yang merasa harus mengalah. Rantolah yang selalu sadar akan hal itu,bahwa pertengkaran tidak akan bisa menyelesaikan masalah.
Ranti ingat semua kenangan-kenangan itu. Masa-masa yang telah lewat yang di jalaninya dengan Ranto. Kebaikan Ranto selama ini ternyata tak mampu untuk memenjarakan cinta di hatinya. Tidak bisa hanya melabuhkan nama itu dalam setiap bayang-bayang mimpi Ranti. Cinta telah hilang. Hanya ada kekosongan dan perasaan hampa yang menyergapnya.
Setiap kali melihat bayangan Ranto yang muncul hanyalah perasaan bersalah karena telah mengkhianati cinta pria itu. Wajah pria tampan itu tidak menggugah hatinya sedikit pun. Tujuh tahun menyulap Ranto yang tampak sempurna bagi gadis-gadis lain menjadi biasa di mata Ranti. Ranto hanya laki-laki biasa. Tidak ada yang spesial sama seperti halnya teman laki-lakinya yang lain. Bedanya pria itu berstatus sebagai kekasihnya dan ia harus memberikan perhatian lebih pada pria itu. Ranti juga tidak menampik segala kenangan indah yang dilaluinya bersama Ranto. Ia mengakui bahwa Ranto dulu pernah menjadi yang spesial di hatinya.
Ranti melirik jam tangannya kembali. Ditatapnya jam tangan biru pemberian Ranto yang terpasang manis di lengan putihnya dengan mata tak berkedip. Memastikan bahwa jarum jam itu memang bergerak maju. masih kurang sepuluh menit lagi. Ia membuang napasnya perlahan. Menengelamkan tubuhnya bersandar di bangku taman itu.
Sesekali ia mengamati sekeliling. Mengamati sosok Ranto yang mungkin sudah tiba lebih cepat dari perjanjian mereka sebelumnya. Seperti Ranti yang selalu datang lebih awal dari Ranto di setiap perjanjian mereka bila akan bertemu. Dia tidak suka membiarkan orang lain menunggu.
Ranti menggeser duduknya. Dari tadi ia gelisah. Tak bisa menikmati pemandangan taman kota yang tampak indah itu seperti pengunjung lainnya. Sore itu taman kota mulai ramai di padati pengunjung. Pengunjung-pengunjung itu tampak bahagia. Ia bisa melihat senyum terpancar dari wajah-wajah yang tak dikenalnya.
Ranti menjatuhkan pandangan matanya ke arah gadis-gadis remaja yang tampak ceria. Mereka tampak riang berfoto bersama. Berbincang-bincang sambil tertawa. Jika bisa Ranti ingin sekali mencuri dengar. Siapa tahu dengan begitu ia bisa ikut tertawa. Ia lupa kapan saat terakhir kali ia tertawa lepas. Ia kembali teringat saat SMA. masa-masa itu memang penuh tawa.
Bayang-bayang mengaburkan pandangan Ranti. pikirannya kembali mengulang masa lalu. Mengajaknya bernostalgia ke dunia yang ia rindukan. Saat ia memakai seragam putih abu-abu.
***
Pagi itu Ranti bangun terlambat karena begadang sampai larut malam mengerjakan tugas matematika yang sangat banyak dan menyulitkan. Ia tahu pasti akan telat sampai ke sekolah. Mamanya tidak mau tahu dan memaksa untuk tetap sarapan. Dengan terburu-buru ranti mencomot roti isi di atas meja dan meminum segelas susu yang tidak benar-benar dihabiskannya. Yang penting mamanya tahu kalau dia sudah sarapan.
Ia diantar sopir ke sekolah. Beberapa kali ia menepuk bahu sopirnya supaya lebih cepat melajukan mobil itu. Pak sopir hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak majikannya. Setelah masa penantian duduk di mobil itu ia sampai juga di sekolah. Buru-buru ia membuka pintu mobilnya kemudian menutupnya secara asal dan berlari,tapi pintu gerbang sudah di tutup. Tubuh Ranti lemas,ia terlambat ke sekolah untuk pertama kalinya. Seorang guru piket yang berjaga di pos depan membukakan pintu untuknya. Kemudian menyuruhnya berbaris di antara siswa terlambat lainnya.

Ranti panik. Jantungnya berdebar-debar. Itu pengalaman pertama dalam hidupnya. Ia siswi disiplin yang tidak suka terlambat. Berangkat terlambat tidak pernah ada dalam daftar rencananya. Itu bahkan lebih mengerikan dari mimpi buruk. Ranti berbaris di sebelah pria yang lebih tinggi darinya. Ia tidak memperhatikan pria itu dengan detail. Ia tidak bisa berpikir banyak dalam kondisi semacam itu.

No comments:

Post a Comment