Search This Blog

Tuesday, July 24, 2018

Melepas Pergimu



Mungkin aku menggenggammu terlalu erat, sehingga melepaskanmu menjadi sesuatu yang berat. Tapi kini aku sadar, memenjarakanmu bukanlah cinta yang benar. Maka akhirnya aku melepaskanmu, meski melepasmu berarti merenggut seluruh hatiku.
Sekarang kamu aku bebaskan, meski di dadaku terasa sangat menyesakkan. Kamu boleh pergi sejak detik ini, tapi kau tahu aku tak pernah meninggalkanmu. Biarlah waktu yang akan memudarkan bayangmu. Menghapus segala rasa yang sudah terlanjur kusematkan untukmu.
Tak ada air mata yang akan kujatuhkan ketika kamu berbalik pergi untuk meninggalkan. Akan kutahan segala perih yang meremukkan. Sekali lagi aku dijatuhkan, terasa rapuh ketika hatiku terbawa olehmu. Tapi, aku sudah berjanji. Aku tak akan selemah ini.
Aku sadar, tak ada yang akan membantuku berdiri untuk kedua kalinya. Setelahmu pergi, aku masih akan terpaku disini. Memandang jejak langkah yang tak kuasa untukku menghentikannya. Tapi, aku pernah berjanji pada seseorang. Aku tidak akan kehilangan diriku meski aku kehilangan apa pun.
Katanya, aku tetap harus percaya. Bahwa aku pasti bisa melewati semuanya. Kata-kata itu pernah menjadi sebuah mutiara. Aku menghargainya lebih dari apa yang aku bisa.
Karenanya aku tidak akan bersedih terlalu dalam. Aku tak mau tenggelam bersama cerita kita yang kelam. Aku akan berenang ke tepian. Menemukan sebuah arti baru kehidupan. Diderap waktuku ketika kuteringat padamu, kuharap kamu menemukan kebahagiaan.



Thursday, July 12, 2018

Titik Jenuh



Setiap orang pasti pernah merasakan berada dalam satu titik ia sadar dan merasa dikelabui oleh waktu. Ketika merasa bosan berulang dalam mengerjakan sesuatu. Ya, aku pun begitu. Bukan berarti aku tidak suka dalam perkerjaanku kini. Aku sudah menyukai kata-kata indah sejak lama sekali. Menulis pekerjaan yyang menyenangkan. Tapi bukan berarti itu mudah dan tanpa rintangan.
Selama seminggu ini aku menjadi bukan diriku. Meninggalkan kebiasaan lamaku di satu tempat dengan pergi ke tempat baru. Kuubah segala pola yang sudah teratur kujalani. Belajar cepat memahami banyak hal dan mencoba menikmati hari-hari yang berbeda dari yang biasa kulalui.
Kuakui itu menyenangkan pada awalnya. Aku yang biasanya lebih banyak di rumah kini menghabiskan hidup di ruang terbuka. Setiap hari, pagi dan sore dapat kulihat bersihnya langit yang terhampar begitu luasnya. Menikmati pemandangan jalanan kota, bertemu banyak orang yang berbeda, dan juga keseruan lainnya.
Tapi, tak hanya itu. Kehidupan selalu punya hal positif dan negatif yang menjadi bagian dari dua sisi. Aku juga mulai menemukan sisi tidak menyenangkan dari rutinitas baruku ini. Hingga aku dapat menarik satu kesimpulan, bahwa kehidupanku jauh lebih baik dari apa yang ada disini.
Aku tidak mau bertukar kehidupan dengan seseorang, karena aku merasa hidupku sudah sangat menyenangkan. Kini aku paham, tak tepat menilai kebahagiaan yang hanya tampak dipermukaan.




Memaafkan



Tadi aku lihat anak kecil, terdorong temannya dan jatuh. Bukk. Sakit? Jelas. Temannya itu meminta maaf. Sementara anak itu hanya diam. Mengangguk-angguk. Berjalan menemui ibunya. Dua menit kemudian sudah kembali bermain. Temannya kembali meminta maaf. Meniupkan matanya yang mungkin ada bekas air mata disana. Lalu wajah anak kecil tadi pun kembali ceria.

Manis ya?
Ah, betapa polosnya dua manusia kecil itu. Sementara entah dibelahan bumi mana seseorang yang dua kali lebih besar darinya justru sulit untuk berpikir sederhana. Rumit menjadi manusia dewasa, perkara meminta maaf dan memaafkan menjadi panjang hanya karena mengaku paling logika. Lebih sibuk memupuk benci. Memanas-manasi diri sendiri. Padahal, bukankah setiap persoalan butuh klarifikasi?

Saturday, March 3, 2018

Seperti Langit bag-2 (Balasan)




"Seperti langit, katamu. Entah itu biru, jingga, atau pun hitam, tetap cantik."

Menengadahkan wajah ke atas untuk memandang cantiknya selalu menyenangkan. Sama menyenangkannya saat teringat kata-katamu.

Kamu tahu?

Langit selalu punya cerita, tentang siapa saja yang menatapnya. Andai, langit bisa bicara. Aku ingin tahu, selalu ingin tahu: apa kabar kamu hari ini? Mata seperti apa yang kamu suguhkan ketika menatap langit? hanya dengan itu pun aku bisa tahu suasana hatimu saat ini.

Hari ini, di bawah langit biru, kutuliskan sesuatu untukmu. Sebagai jawab perihal yang kamu tuliskan.
 Apa yang kau pikirkan tentang langit, aku mengaguminya. Meski tak menghapuskan kekagumanku akan bintang-bintang.

Aku tak ingin berseteru denganmu. Meski tak jarang kita terlibat perdebatan-perdebatan seru. Aku tahu, kamu meyakini satu hal, bahwa kebersamaan kita dibentuk bukan atas dasar kecocokan.Tapi, upaya kita dalam menghargai satu sama lain.Kita bisa saja berbeda argumen, tapi itu tak perlu meretakkan hubungan yang telah lama terjalin. Kita masih bisa saling memberikan penghargaan tanpa perlu melepaskan apa yang menjadi cara pandang kita akan suatu hal.

Baca Juga: Seperti Langit

Percayalah bahwa apa pun yang kamu yakini yang berasal dari nurani, itu adalah sesuatu yang murni. Bahkan jika kita harus berbeda pendapat, aku akan tetap ada untuk mendukungmu. Menjadi tempat untukmu berbicara apa saja, mendengarkanmu bercerita segalanya.


Friday, February 23, 2018

Burung-Burung Malang


Hai burung, tahukah kamu?

Aku pernah merasa iri ketika melihatmu terbang di angkasa. Kau mengepakkan sayapmu, terbang diatara awan-awan putih yang indah. kulihat kamu dari bawah sini, terasa riang mengitari langit yang sedang kupandang.

sesekali aku mengamatimu yang sedang bersahut cuitan dengan teman-temanmu, terkadang pula terbang bergerombol. Ah, betapa irinya aku melihat semua itu.

Kadang pula kujumpai satu diantara kalian sedang menyendiri. Tapi tetap saja selalu ada keceriaan yang kutemukan. Burung itu tidak bersedih, ia bisa riang bernyanyi meski sedang sendiri. Jika bosan, ia akan mengepakkan sayapnya menuju langit biru. Tak peduli padaku yang menatapnya cemburu.
Pernah kukatakan dengan pelan. Tuhan, betapa senangnya menjadi burung-burung itu. Yupz, aku mengadu.

Tapi, kemudian sebuah pikiran melintas. Mengamati burung kecil itu berulang kali, sekeping peristiwa lalu tiba-tiba muncul dalam ingatanku. Meretas jawab atas apa yang sedang kusuarakan.
Pernah kubeli beberapa burung kecil berwarna-warni. bisa membawa pulang keranjang kecil dengan warna-warni burung di dalamnya, aku dan adikku senang sekali. Karena memang membujuk ibuku untuk memelihara makhluk hidup tidak sama ketika kami meminta sebuah barang khas anak-anak lainnya. Terlebih dulu kami harus berjanji soal menjaga, memberi makan, merawat, dan hal apa pun yang tidak kuingat. Yang kutahu kami berdua hanya harus mengangguk dan menjawab "ya", tak mau jika sampai kesempatan dibelikan itu menguap begitu saja.

Hingga sampai di rumah, kakakku melihat burung-burungitu. Bertaya, "itu burung siapa?" Dengan senang kujawab itu burung milik kami berdua. "Baguskan?"

"Kasihan burungnya, lepaskan saja."

Saat itu aku kesal. Orang dewasa memang jahat, suka menyuruh asal. Selalu meributkan apa yang disukai anak-anak dan mengganggu kesenangan.

"Coba lihat burung itu, hidupnya yang sebenarnya ada di alam bebas. Bisa terbang ke langit, kasihan kan jika harus ada di sangkar sempit?" kakakku bicara lagi.

"Kami bakal beri makan kok, kami bakal rawat dengan baik." Kataku.

"Kalau toh kalian merawat mereka dengan baik, tetap saja mereka butuh kebebasan. Coba bayangkan, apa kamu mau dikasih makan tapi tinggal dalam sangkar?"

Adikku mulai kasihan, "Lepasin yuk." "Milikmu aja yang lepasin, punyaku enggak." Adikku langsung menggeleng.

"Kenapa harus dilepasin, bukannya nanti mereka juga bakal ditangkepin lagi?"

"Berpikirnya jangan seperti itu, setidaknya kita pernah memberikan mereka kebebasan."

"Tapi, ayah juga pelihara burung-burung. Kenapa nggak suruh ayah juga buat lepasin? Di luar sana juga banyak kan yang pelihara burung-burung, kenapa nggak dilepasin? Di penjualnya malahan masih banyak." Kataku lagi. Sungguh, aku benar-benar tidak mau melihat burung-burung lucu itu lepas begitu saja.

"Keputusan itu ada di tangan kita. Jangan melihat orang lain. Ini adalah burung-burung milikmu. Aku juga tidak memaksamu untuk melepaskannya. Pikirkanlah baik-baik dek."

Esok harinya, aku dan adikku sepakat untuk melepaskan burung-burung itu. Entahlah, ada rasa tak tega melihat burung-burung itu hanya terdiam di sangkar.

"Selamat tinggal burung kecil. Aku menyayangimu. Berjanjilah, kalian tidak akan tertangkap lagi. Jangan mau ditangkap lagi ya."

Semua kenangan itu menyibak haru di hatiku. Mungkin memang, burung yang sedang kusaksikan ini beruntung. Tapi di luar sana ada jutaan burung lainnya yang tak seberuntung itu. Mereka punya sayap, namun tak dapat terbang. Ah, burung-burung yang malang.

Saturday, February 17, 2018

Teruntuk Kamu Yang Tak Ingin Kuperdebatkan Dimana Dan Kenapa Kita Belum Juga Dipersatukan




Malam ini tepat di saat hujan turun ke bumi, tiba-tiba saja ada setetes rindu yang jatuh dari hati. Kembali kumerindukanmu dalam sunyi. Kamu tahu, aku tak pandai dalam mengabaikan rasa yang terus memintaku menuliskan secarik perasaanku padamu. Lewat tulisan ini ingin kukatakan, bahwa aku mencintaimu bahkan sebelum kita bertemu.

Apa kabar kamu disana? Semoga kamu selalu baik-baik saja. Aku berdoa agar kamu selalu bahagia, meski aku belum bisa mendampingimu dalam tawa. Tahukah kamu? terkadang aku berpikir, bagaimana cara Tuhan akan mempertemukan kita? Apa tulisanku yang akan lebih dulu menyapamu? Atau kita justru sudah pernah bertemu? Aku tak tahu, apa kamu benar-benar orang asing di hidupku atau kamu orang yang kukenal sejak dulu. Perkara jodoh memang tak ada yang tahu, entah itu aku atau pun kamu.


Yang aku tahu, aku tak perlu merasa sepi dan sendiri. Karena aku yakin, Tuhan telah menuliskan skenario terbaiknya untuk kita jalani. Aku tetap akan melangkahkan kaki kemana pun aku ingin pergi, aku berharap kamu pun selalu optimis dalam menjelang hari-hari.

Tunggu, sebelum punya pikiran se-selow ini, sebenarnya dulu aku pun sama saja seperti gadis lainnya. Merasa galau ketika kamu tak kunjung mendampingi di usiaku kini yang masuk fase dewasa. Terlebih lagi, di kanan dan kiri kulihat teman-temanku berkurang karena mereka telah lebih dulu melangkah ke pelaminan. Haha. Kamu tak perlu tahu, betapa hebatnya debat yang ada di batin ini ketika datang ke kondangan sendirian.

Sekarang, aku sudah berdamai dengan semua sisi mengerikan itu. Kamu yang tak kunjung datang hanya perlu kuterima, kuyakini bahwa kamu sedang menyiapkan segalanya di tempat berbeda. Kamu tahu? Bukan hanya aku yang punya kisah lucu soal menanti jodoh yang tak kunjung bertemu. Mereka yang belum dipertemukan dengan jodohnya juga punya kisah serupa yang absurd sekali untuk dicerna.


Demi menghibur diri menghalau sepi, sebagian gadis justru suka browsing pernak-pernik pernikahan dan souvenir lucu yang menarik hati. Aku tidak mengerti, geli melihat mereka tersenyum sendiri. Ya, tapi itu lah cara mereka dalam memecah sunyi. Mungkin membayangkan pangerannya akan tiba tidak lama lagi. Sementara aku, aku tidak perlu melakukan itu. Karena aku merasa kamu tidak pernah jauh dariku. Jika aku merindukanmu, aku akan menulis surat untukmu. Mengatakan apa yang ingin kukatakan, menanyakan pertanyaan yang ada dalam pikiran. Atau justru mendoakanmu selalu dalam kebahagiaan.


Oh ya, aku juga tidak mengerti. Kenapa ada orang yang bersedih ketika berada di tempat-tempat indah, merasa kurang lengkap karena belum ada pasangan yang bisa ia dekap jemari tangannya? Katanya, tak ada yang bisa ia ajak bicara untuk berbagi apa saja yang terlihat oleh mata. Ah, aku tidak bisa berpikiran sama. Yang kupikir adalah, kunikmati saja apa yang ada di depanku kini karena belum tentu aku bisa menikmatinya nanti. 


Aku percaya, jika kamu mencintaiku tentunya kamu pun ingin aku bahagia. Jadi, bagaimana menurutmu? Apa aku salah berbahagia menikmati indah dari sudut-sudut dunia ketika kita belum bersama? Apa tawa dan senyumanku akan mengurangi senyumanmu di seberang sana? 


Aku yakin sayang, kamu tidak akan keberatan ketika aku menikmati kehidupanku saat ini sebelum kamu melengkapiku. Begitu pun aku, aku selalu ingin kamu bahagia dalam hidupmu. Gapailah apa yang ingin kamu gapai sebelum menyandingku. Sementara aku disini bebas menuruti kata hatiku sebelum saatnya nanti kudiskusikan segala hal denganmu.

Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. Langkahkan lah kakimu dengan ringan, tanpa beban, dan jangan ragu. Percayalah, bahwa disini aku selalu berdoa untuk kebaikanmu.

Miss youso Much. :)

Thursday, February 1, 2018

Seperti Langit


Kamu pernah mengatakan, "jadilah seperti bintang, walau jauh tapi dia tetap menyinari." Dahulu, kalimat itu hanya kudengar saja. Tanpa paham lebih jauh apa artinya.
Kata-kata darimu menjadi seuntai kalimat indah seperti kalimat-kalimat lain yang masih kuingat dan kuamini. Tanpa aku perlu menyela, karena mungkin aku begitu mengagumi sikap dan cara pikirmu yang dewasa.
Tapi kini, ketika aku memiliki kesempatan untuk memikirkan kalimat itu berulang kali. Entahlah kak, aku memiliki cara pandang sendiri.
Kakak, maaf jika kita berbeda pendapat untuk pertama kalinya. Kurasa aku tidak ingin menjadi seperti bintang, aku ingin seperti langit.
Bintang memang benderang, tapi cahayanya akan hilang ditelan fajar. Aku tidak mau menjadi seseorang yang pergi meninggalkan. Tak ingin kumenjadi kenang yang membawa kesedihan.
Jika bisa aku ingin seperti langit. Memiliki hati yang luas tanpa batas. Menerima apa pun yang Tuhan ukir dalam cerita hidupku. Aku ingin seperti langit kak, menerima apa pun yang datang dan juga pergi. Tak ingin kubergantung pada apa pun yang menghampiriku.

Bahkan langit polos pun akan tetap cantik. Entah itu berwarna biru, jingga, atau pun hitam. Kurasa, aku lebih ingin menjadi setegar langit. 

Monday, January 8, 2018

Jarang Terkena Flu, Tanda Imunitas Kuat?



Flu merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus dan mudah sekali menular. Namun, ada juga orang yang tidak mudah terkena virus flu. Lalu, apakah itu menjadi tanda bahwa seseorang memiliki imunitas tubuh yang baik?

Dilansir dari situs The NewyorkTimes, Dr. Talia Swartz menjelaskan bahwa memang virus akan lebih mudah menyerang seseorang dengan kekebalan tubuh yang lemah. Selanjutnya, dokter lainnya yakni Dr. PritishTosh yang merupakan peneliti penyakit menular di Klinik Mayo juga menjelaskan bahwa selain faktor genetik, ada pula faktor lain yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.

Orang-orang yang memiliki kebiasaan hidup sehat seperti mencuci tangan sebelum makan akan mencegah bakteri atau virus penyebab infeksi masuk ke mulut. Selain itu, menjaga pola makan dengan memperbanyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan juga bagus untuk cepat memulihkan kondisi tubuh apabila terinfeksi virus.

Wah, ternyata ada banyak faktor ya yang menjadikan orang tidak mudah sakit. Selain faktor genetik, anda pun bisa lebih meningkatkan kekebalan tubuh lewat menjaga kebersihan, mengkonsumsi makanan sehat, olahraga teratur, dan tidur cukup agar tidak mudah terserang penyakit.



Thursday, January 4, 2018

Apa Artinya Keindahan Ketika Hati Tak Bisa Merasakan?


Nyaman ternyata bukanlah rasa yang bisa hadir dalam hal-hal yang dipandang indah oleh mata. Kebahagiaan bukan lah sebuah hal yang bisa dirasa lewat lidah ketika mencecap kelezatan makanan. Semua itu percuma ketika dentuman dalam jiwa terus saja ada. Hati terasa tak menentu dan terus tergores oleh sesuatu yang tak bisa dihindari. 

Pernah kah kamu berada di situasi ini? Situasi yang orang lain lihat segalanya sempurna, tapi kita yang menjalaninya merasa hampa. 


Jika memang iya, mari kita merenung sebentar. Bukan kah kamu bilang, kamu sedang di tempat indah saat ini, tapi suasana hatimu sedang tidak baik bukan? Oke, kalau begitu pandang langit baik-baik. Terus pandang langit itu, dan untuk sementara abaikan apa pun permasalahan yang membuatmu kalut. 

"Seseorang pernah mengatakan, langit memiliki keajaiban tersendiri. Ketika kita berlama-lama memandang langit, perasaan di hati akan lebih tenang."


Aku mempercayainya, dan kuharap kamu pun begitu. Menenangkan ya melihat gumpalan awan putih yang besar serta langit biru yang luas sejauh mata memandang. Ketika perasaanmu sangat kesal saat ini, ketika kamu justru ingin menangis. Menangis lah ketika kamu sedang sendiri. Kamu akan lebih lega ketika sudah menuntaskan semua yang ingin kamu suarakan lewat bulir-bulir air mata yang berjatuhan.

Tapi, jika saat ini kamu tengah berada di sekitar orang banyak dan hanya bisa membaca tulisan ini, kamu memerlukan cara lain untuk menuangkan perasaanmu. 

Ambil lah napas perlahan dan bernapas sedalam-dalamnya. Tata napasmu menjadi lebih teratur. Emosi yang meluap biasanya membuat kamu bernapas pendek-pendek dan membuat jantung berdetak lebih cepat. Alihkan perasaanmu dengan mengalihkan perhatian pada hal lain jika kamu orang yang sensitif. Percuma membahas permasalahan saat ini, kamu justru ingin menangis bukan ketika membahasnya? 

So, alihkan saja perhatianmu pada hal-hal yang menarik minatmu. Pada awan putih bergumpal-gumpal yang ada di langit, atau pada pohon-pohon hijau yang tertangkap mata sejauh memandang dunia. Pada gunung tinggi yang seakan berada di sebelahmu saja.

Tata dulu emosimu saat ini, kamu bebas memikirkan hal-hal apapun yang menenangkan. Nanti di saat kamu sudah baikan, selepas pikiranmu bisa netral untuk memandang sesuatunya, barulah kamu merenungkan apa-apa yang menjadi permasalan. Satu yang perlu kamu yakini, selalu ada hikmah atas apa yang terjadi. Selalu ada indah atas segala hal yang tampaknya menyakiti.