Perlahan aku menggeleng. Ku tutup
kotak itu kembali dan menggeserkan ke arahnya. Aku meraih tangannya lalu
meletakkan kotak kecil itu di atas telapak tangan dan mengatupkan
jari-jemarinya.
Sesaat dia kaget dengan reaksiku. Aku tersenyum dan mengatakan.
“Aku mendapatkan beasiswa S2 dan tidak ingin melewatkan kesempatan itu begitu
saja.”
Dia tersenyum tak percaya lalu
memberiku ucapan selamat. Ia kemudian memelukku erat. Aku tahu,ndia
orang yang akan bahagia melihatku bahagia. Malam itu aku berjanji setelah ini
aku akan dengan senang hati menikah dengannya.
***
Tahun-tahun aku berkutat pada bidang
studiku. ia masih dengan setia di sampingku. Penuh kesabaran membantuku
melewati masa-masa sulit terutama pada saat aku menyelesaikan tesisku.
Aku lulus tepat waktu dengan
prestasi gemilang. Tentu saja tidak lepas dari bantuannya. Aku tahu dia
satu-satunya pria baik yang tak akan kutemui lagi di dunia ini. Aku pun tahu
dia sangat mencintaiku dan aku selalu yakin dia tak kan pernah meninggalkanku.
Karena pikiran bodoh itulah awal dari seluruh petaka ini.
***
Baca Juga: Hati yang Memintaku Menanti
Setelah acara wisudaku ia menagih
janji yang pernah kuucapkan untuk menikah. Aku dengan tegas menolak karena aku
mendapatkan tawaran S3. Aku mengungkapkan itu dengan suka cita seperti aku
mendapatkan beasiswa S2 dulu. Tapi ternyata sikapnya jauh berbeda dari
perkiraanku. Tidak ada ucapan selamat. Tidak ada pelukan. Ia sama sekali tidak
tersenyum mendengar itu.
Kukatakan padanya aku tidak akan
menolak tawaran itu. Ini kesempatan langka yang mungkin tak kan terjadi lagi
dalam hidupku. Dulu aku harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan
beasiswa S2ku. Ia hanya bilang aku bisa melanjutkan studiku
meski telah menikah. Tak bisa kusembunyikan rasa kecewaku padanya. Hatiku
sakit. Untuk pertama kalinya aku merasa dia tidak mendukungku.
Bersambung..
No comments:
Post a Comment