gambar Via simpleeboy.blogspot.co.id
Sore yang kelabu menyeretku
tergesa-gesa memasuki sebuah rumah sakit. Pikiranku kacau dan masih tak percaya
dengan berita yang baru kudengar beberapa saat lalu. Meli sahabatku masuk ke
ruang UGD karena terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang.
Sulit rasanya mempercayai keadaan
ini. Sejak 10 tahun persahabatan kami, Meli tidak pernah melakukan hal semacam
ini. Kepalaku terasa berputar seperti ada kunang-kunang yang mengerubungiku.
Rasanya baru kemarin aku berbincang
dengannya di sebuah kafe. Melakukan hal yang dulu sering kami lakukan.
Ingatanku kembali tertuju di tempat terakhir kali kami bertemu.
***
Suasana kafe tampak lengang. Hanya
ada beberapa meja yang sudah terisi. Kami memilih duduk di bangku agak jauh
dari pengunjung lain supaya bisa leluasa berbincang-bincang.
Sudah dua bulan kami tidak bertemu.
Rasanya banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan padanya. Juga pasti
sebaliknya. Aku memperhatikan perubahan penampilan Meli yang lebih kurus dari
sebelumnya.
“Mel, kamu melamun?” Tanyaku curiga. Sejak tadi aku sibuk
menceritakan tentang kegiatanku akhir-akhir ini. Tapi Meli hanya diam. Raganya
memang sedang di depanku,tapi rasanya jiwanya tidak bersamaku saat ini.
“Dari tadi aku mendengarkanmu. Ayo lanjutkan lagi,terus gimana?”
tanyanya antusias.
Kupikir tadi hanya perasaanku saja.
Aku pun melanjutkan ceritaku dan menodong cerita darinya. Apa saja yang ia
lakukan selama ini sehingga jarang menghubungiku. Kami asyik berbincang dan
tertawa bersama. Mengenang kembali saat-saat indah yang pernah terlewati.
Tiba-tiba saja aku mendengar lagu
itu diputar. Lagu kesukaan kami. aku dan Meli sering menyanyikannya bersama.
Mendengar lagu itu Meli menggerakkan bibirnya menyumbang suara, aku pun ikut
bernyanyi.
***
Sayup-sayup lagu yang sama
mengiringi langkahku. Kakiku nyaris membeku begitu sampai dipintu UGD. Sekuat
tenaga kutopang tubuhku agar tidak jatuh.
“Mel, Kamu kenapa?” suaraku tercekat. Bulir air mata jatuh disela
kekhawatiranku.
“Bagaimana keadaan Meli, dokter?” tanyaku panik begitu melihat
dokter keluar dari pintu UGD.
“Pasien masih belum sadarkan diri.” Jawab dokter tenang. Pria
berseragam putih itu perlahan meninggalkanku.
Aku menutup mulutku dengan tangan.
Kaget bercampur bingung. Kulihat mama Meli duduk di kursi tunggu sambil terus
menyeka air mata yang jatuh. Ia berusaha bangkit, tapi aku segera berlari ke
arahnya.
“Meli belum sadar,tante.” Kataku hati-hati dan memeluk tubuh wanita
renta itu.
Dengan terisak ia menceritakan
semuanya padaku. Tentang masalah yang dihadapi dan perubahan sikap Meli. Hingga
akhirnya ia menemukan Meli tak sadarkan diri dengan mulut berbusa di kamarnya.
Aku bahkan tak kuat lagi menahan
sesak ini saat mendengar Meli menderita kanker darah stadium lanjut. Kami
berdua menangis bersama. Meli tidak pernah menceritakan masalahnya. Aku mungkin
tidak bisa membantu, tapi setidaknya ia punya teman untuk berbagi.
***
Aku memelankan langkah
kaki,hati-hati mendekati sisi ranjang. Mama Meli Masih menemani putrinya yang
terbaring lemah. Ia menoleh merasakan kedatanganku. Wanita itu pasti terlalu
lelah untuk menangis, kulihat lingkaran hitam di kedua matanya. Ia tersenyum
padaku dan meninggalkan kami berdua.
Tak terasa sudah seminggu sejak
pertama kali aku mendengar kabar itu. Meli belum juga sadar. Ia koma. Lagu yang
sama masih menemaniku. Aku pun menemaninya. Setia menunggu disini. Aku akan
tetap disini.
No comments:
Post a Comment