gambar Via huffingtonpost.co.uk
Langit malam nampak sendu saat aku
mematung di depan jendela kamarku. Dari sini aku bisa melihat pemandangan luar.
Ada beberapa bintang yang berkedip manja ke arahku, tapi tidak ada bulan malam
ini. Biasanya bulan yang selalu menemani kegundahan yang kurasa.
Perlahan kutarik napas dan
membuangnya dari mulut. Melakukan itu seolah separuh bebanku hilang dan aku
merasa lebih ringan. Meski aku tahu bahwa rasa itu akan datang kembali, menghadirkan
bayang-bayang seseorang. Aku tidak tau kapan tepatnya aku mulai menjadi seperti
ini. Terikat oleh bayang-bayang.
Entahlah darimana aku harus mulai
mengaku tentang perasaanku. Sejujurnya aku memang sedang menaruh hati pada
seseorang. Pria yang dekat denganku, tapi aku tak pernah tahu isi hatinya. Pria
misterius itu, aku menyukainya.
Biar kuceritakan sekelumit tentang
dirinya. Dia seperti seseorang yang sudah lama kucari dan tiba-tiba aku
menemukannya. Aku berusaha keras untuk bisa dekat dengannya. Meski hingga sekarang
terkadang ia masih bersikap tak acuh padaku, tapi aku senang asal bisa tetap
bersamanya. Aku akan menunggu sampai waktu berpihak padaku.
Banyak pikiran yang melintas di
kepalaku sehingga aku baru bisa tidur lewat tengah malam. Rasanya aku hanya
membolak-balikkan tubuhku di kasur. Aku tidak bisa tidur nyenyak sama seperti
malam-malam sebelumnya.
Pagi itu setengah bermimpi aku
mendengar bunyi pintu di ketuk. Awalnya aku tak ingin memperdulikan dan
membenamkan tubuhku lebih dalam dengan bantal dan selimut tebalku, tapi ketukan
pintu itu kembali mengusikku. Sekuat tenaga kulawan rasa kantukku. Menyebalkan.
Siapa yang bertamu ke rumah orang sepagi ini? gerutuku dalam hati
Setengah terpejam aku bangun dari
ranjang dan berjalan ke ruang tamu. Dengan susah payah dan menguap beberapa
kali akhirnya aku berhasil memasukkan kunci ke lubangnya. Kubuka pintu
lebar-lebar.
Aku kaget saat tahu siapa yang
datang. Ia berdiri tepat di hadapanku. Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku
dan bertanya dalam hati. Apa aku bermimpi?
“Selamat Pagi.” Suara itu terdengar seperti dalam mimpi. Ia
menatapku heran karena aku mungkin terlihat seperti patung beku di depan pintu.
Ah,ini terlalu nyata. Bisikku dalam hati.
Kesal. Ia memelotot ke arahku. Satu
hal yang membuatku tersadar ini bukan mimpi. Ia tidak pernah memelototkan
matanya dalam mimpiku.
Saat tersadar itulah awal yang kupikir
sangat memalukan. Pertama aku gugup merapikan rambutku yang pasti tak
beraturan. Saat teringat aku belum sempat cuci muka dan gosok gigi,refleks aku
menutup mulutku.
“Silakan masuk.” Gumamku tak jelas.
“Apa kamu akan terus-terusan berdiri di pintu seperti itu?” tanyanya sembari melangkah masuk. Aku pun
mengikuti langkahnya. Malu tapi juga senang. Degup jantungku seakan berubah
menjadi alunan musik.
Ia berjalan ke dapur. Aku memutuskan
untuk mandi. Saat kembali dan melewati ruang tengah,makanan sudah terhidang di
meja makan. Ia duduk di salah satu kursi.
“Mau menemaniku sarapan?” Ia tersenyum ke arahku. Matanya
menyihirku. Membuatku mematung untuk beberapa detik.
“Tentu.” Kataku sambil memasang senyum termanis yang kupunya.
Dengan bersemangat aku segera menggeser kursi dan duduk di hadapannya.
Apa ini mimpi
yang menjadi kenyataan? Kumohon, jangan bangunkan aku.
No comments:
Post a Comment